Selasa, 27 Januari 2009

MENAPAKI JALAN ISLAM

Banyak orang mengharapkan kesuksesan dan keselamatan dalam kehidupan ini. Akan tetapi, sedikit sekali orang yang mengetahui jalan kesuksesan dan keselamatan tersebut. Lebih sedikit lagi adalah orang yang mengetahui, kemudian menapaki jalan kesuksesan dan keselamatan tersebut dengan benar.

Di antara rahmah Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Ia tidak membiarkan manusia hidup di dunia ini dalam kebingungan dan kesesatan. Oleh karena itu, Ia mengutus para nabi dan rasul untuk menyampaikan jalan petunjuk-Nya kepada manusia. Pada akhir zaman ini, Allah mengutus Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alahi wa sallam dengan membawa risalah Islam sebagai penyempurna risalah para rasul sebelumnya. Maka, siapa yang menapaki jalan Islam pasti selamat. Sebaliknya, siapa yang menjauhinya pasti sesat dan binasa.

Akan tetapi, Islam tidak cukup dengan pengakuan; tidak pula dengan kerja keras tanpa aturan. Al-Qur'an memberikan pelajaran kepada kita mengenai penyimpangan umat sebelum kita dari jalan petunjuk yang dibawa oleh rasul mereka. Hal ini bertujuan agar kita –umat Islam— tidak mengulang sejarah penyimpangan mereka dari petunjuk Rabbani. Allah berfirman :

"Tunjukkanlah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan yang Engkau anugerahkan kepada mereka (para nabi, shiddiqin, syuhada', dan shalihin); bukan jalan orang-orang yang dimurkai, bukan pula jalan orang-orang yang tersesat." (QS Al-Fatihah [1] : 6-7)

Para ulama mengatakan bahwa "orang-orang yang dimurkai" adalah Yahudi, sedangkan "orang-orang yang tersesat" adalah Nasrani. Yahudi dimurkai Allah karena mengetahui kebenaran, tetapi tidak mau mengamalkannya. Sebaliknya, Nasrani tersesat karena beramal dengan menyelisihi kebenaran.

Adapun Islam adalah agama moderat. Umatnya pun umat moderat sebagaimana firman Allah :

"Dan demikianlah Kami jadikan kalian sebagai umat moderat (pertengahan) agar menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi pula atas (perbuatan) kalian." (QS Al-Baqarah [2] : 143)

Islam berada di pertengahan antara Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, siapa saja yang hendak menapaki jalan Islam harus menyelisihi jalan yang pernah ditempuh oleh ahlul kitab. Mereka yang hendak menapaki jalan Islam dan hendak memperjuangkannya harus memenuhi dua hal :

Pertama, mengetahui dienullah 'Azza wa Jalla.

Kedua, mengamalkan ajaran dien sehingga dien itu menjadikan mereka berkuasa di muka bumi.

Beramal untuk mencari keridhaan Allah tanpa dasar ilmu adalah sangat berbahaya, sementara ilmu tanpa adanya amal jauh lebih berbahaya. Maka dapatlah dimengerti bahwa manusia yang paling berbahaya terhadap dienul Islam adalah orang-orang 'alim yang tidak mengamalkan ajaran dien. Sebab, mereka mngetahui celah-celah dan tempat-tempat untuk berkilah dari dien ini dan melepaskan diri dari tuntutan-tuntutan nash-nash Al-Qur'an dan hukum-hukum syar'i, kemudian mereka menfatwakan kepada umat perkara-perkara yang meringankan. Kebenaran mereka anggap sebagai syubhat. Sebaliknya, syubhat justru mereka anggap sebagai kebenaran. Pada hakikatnya, mereka ini menyembunyikan kebenaran dan menutupinya dengan hapalan pengetahuan mereka. Terhadap orang-orang seperti ini, Allah berfirman :

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada mereka dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat. Kecuali mereka yang telah bertaubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS Al-Baqarah [2] : 159-160)

Dalam menjelaskan ayat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, "Tahukah kalian, siapa para pelaknat itu?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya." Beliau bersabda, "Binatang di permukaan bumi yang ditimpa paceklik dan kelaparan lantaran perbuatan para ulama su' 'jahat' sehingga jarang sekali turun hujan." (Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Imam Al-Auza'i mengatakan dalam sebuah atsar, "Pekuburan mengadu kepada Allah 'Azza wa Jalla karena bau busuk bangkai orang-orang kafir. Lalu Allah mewahyukan kepadanya, 'Maukah Aku beritahukan kepadamu bau yang lebih busuk dari bangkai-bangkai itu?' Pekuburan menjawab, 'Ya, kami mau wahai Tuhanku.' Allah berfirman, 'Perut-perut ulama su'.'"

Di sisi lain, mereka yang mau beramal untuk dienul Islam namun tidak disertai ilmu, maka bisa jadi mereka mencemarkan dien tanpa mereka sadari. Orang yang beribadah kepada Allah tanpa dasar pengetahuan juga berbahaya. Karena itu, Imam Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan, "Takutlah kalian terhadap dua fitnah karena fitnah keduanya adalah fitnah yang menyebabkan kehancuran manusia. Kedua fitnah itu adalah 'alim yang bejat dan ahli ibadah yang jahil." 'Alim yang bejat adalah orang 'alim yang tidak mengamalkan ilmunya, sedangkan ahli ibadah yang jahil adalah yang tidak mempunyai pengetahuan tentang dien, maka dia menyembah Allah 'Azza wa Jalla atas dasar kebodohan.

Dengan demikian, siapa saja yang ingin menapaki jalan Islam haruslah dengan ilmu dan amal secara seimbang sehingga mengantarkannya kepada kesuksesan dan keselamatan dunia-akhirat. Wallahu a'lam.

http://gedublaks.multiply.com/journal/item/2/MENAPAKI_JALAN_ISLAM

MENEGAKKAN SYARI'AT ISLAM

Terjemah dari kitab Tahkim Asy-Syari’ah karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz



MUQADDIMAH



Segala puji bagi Allah; Rabb alam semesta. Saya bersaksi bahwa tidak ada Dzat yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata; tiada sekutu bagi-Nya. Dia lah sesembahan makhluk pertama dan terakhir, Tuhan seluruh manusia, Sang Raja Diraja, Yang Maha Tunggal lagi Tempat Bergantung. Dia tidak dilahirkan dan tidak melahirkan serta tidak ada seorang pun yang bisa menandingi-Nya. Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Semoga shalawat dan salam Allah tercurah kepadanya. Dia telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanah. Dia berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh. Dia tinggalkan umatnya dalam keadaan putih terang; malamnya seperti siang harinya. Tidak ada seorang pun yang menyimpang dari ajarannya melainkan pasti hancur. Amma ba’du.

Ini adalah tulisan sederhana sebagai keharusan nasihat tentang kewajiban berhukum kepada syari’at Allah dan peringatan dari berhukum kepada syari’at selain-Nya. Saya menulisnya karena melihat sebagian manusia pada zaman ini terjerumus ke dalam berhukum kepada selain syari’at Allah. Mereka berhukum kepada selain Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya; baik kepada tukang ramal, dukun, pemimpin suku, para pembela hukum positif, dan semisalnya. Sebagian mereka melakukan hal itu karena bodoh terhadap hukum perbuatan itu dan sebagian lain sengaja menentang Allah dan Rasul-Nya.

Saya berharap nasihatku ini bisa menjadi petunjuk bagi mereka yang bodoh dan peringatan bagi mereka yang lalai sehingga menjadi sebab keistiqamahan hamba Allah dalam meniti jalan-Nya yang lurus. Allah ta’ala berfirman,

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

“Berilah peringatan karena ia bermanfaat bagi orang-orang beriman.” (QS Adz-Dzariyat: 55)

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ

“Ingatlah tatkala Allah mengambil janji orang-orang yang diberikan kitab kepada mereka, ‘Hendaklah kalian menjelaskannya kepada manusia dan jangan menyembunyikannya.” (Ali Imran: 187)

Saya memohon kepada Allah agar memberikan bermanfaat melalui tulisan ini dan menunjukkan kaum Muslimin secara umum untuk senantiasa konsisten dengan syari’at-Nya, berhukum dengan Kitab-Nya, dan mengikuti Sunnah Nabi-Nya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Wahai kaum Muslimin! Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Tuhanmu memerintahkan agar engkau tidak menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baik kepada kedua orang tuamu.” (Al-Isra’: 23)

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah engkau sekutukan Dia dengan sesuatu apa pun serta berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu!” (An-Nisa’: 36)

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu bahwa ia berkata,

كُنْتُ رِدْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ قَالَ فَقَالَ يَا مُعَاذُ تَدْرِي مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قَالَ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ قَالَ لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا

“Aku memboncengkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas unta. Beliau bertanya, ‘Wahai Mu’adz! Tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa pula hak hamba dari Allah?’ Aku jawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Beliau bersabda, ‘Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan hak hamba dari Allah adalah Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun’.” Mu’adz berkata, “Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, bolehkah aku memberi kabar gembira manusia (dengan hadits ini)?’ Rasulullah menjawab, ‘Jangan engkau beritahu mereka agar tidak menyandarkan diri’.” (HR Bukhary)

Para ulama rahimahumullah telah menafsirkan ibadah dengan pengertian yang saling berdekatan. Di antara pengertian yang paling komprehensif adalah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh perkataan dan perbuatan yang dicintai dan diridhoi Allah; baik yang lahiriah maupun batiniah.”

Pengertian ini menunjukkan bahwa ibadah menuntut ketundukan yang sempurna kepada Allah Ta’ala; baik dalam perintah, larangan, keyakinan, perkataan, maupun perbuatan. Demikian pula, hendaknya kehidupan seseorang tegak di atas syariat Allah. Ia menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan Allah. Ia tunduk terhadap syariat Allah dalam semua tingkah laku dan perbuatannya. Ia lakukan itu dengan murni tanpa pengaruh hawa nafsunya. Dalam perkara ini, antara individu dan kelompok atau laki-laki dan wanita adalah sama. Bukan hamba Allah namanya jika seseorang tunduk kepada Rabbnya dalam sebagian aspek kehidupannya namun juga tunduk kepada makhluk dalam aspek lainnya. Pengertian ini dipertegas oleh firman Allah,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50)

Demikian juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga keinginan (hawa nafsu)nya mau mengikuti risalah yang aku sampaikan.”

Tidak sah keimanan seorang hamba kecuali apabila ia beriman kepada Allah, ridho dengan hukumnya dalam sedikit maupun banyak, dan berhukum dengan syariat-Nya semata dalam seluruh aspek kehidupannya, baik dalam jiwa, harta, maupun kehormatan. Jika tidak mau, berarti ia telah beribadah (menyembah) kepada selain Allah. Allah berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut’.” (An-Nahl: 36)

Barang siapa tunduk hanya kepada Allah, mentaati-Nya, dan berhukum dengan wahyu-Nya, maka ia adalah hamba Allah. Sebaliknya, barang siapa tunduk kepada selain Allah dan berhukum kepada selain syariat-Nya, sungguh ia telah beribadah dan tunduk kepada thoghut. Allah berfirman,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 60)

Beribadah hanya kepada Allah semata dan baro’ (berlepas diri) dari beribadah dan berhukum kepada thoghut termasuk konsekuensi syahadat “tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya serta Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.” Allah Subhanahu adalah Rabb dan sesembahan manusia. Dia lah yang menciptakan mereka. Dia pula yang berhak memerintah dan melarang mereka. Dia lah yang menghidupkan dan mematikan mereka serta memberi hukuman maupun pahala kepada mereka. Dia semata yang berhak untuk diibadahi; bukan selain-Nya. Allah berfirman,

أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ

“Ketahuilah bahwa mencipta dan memerintah adalah hak-Nya.” (Al-A’raf: 54)

Sebagaimana halnya Allah semata Sang Pencipta, maka Dia pun yang berhak memerintah. Kita wajib mentaati perintah-Nya.

Allah menceritakan orang-orang Yahudi bahwa mereka menjadikan orang alim dan rahib mereka sebagai sesembahan selain Allah ketika mereka mentaati orang alim dan rahib itu dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Allah berfirman,

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 31)

Diriwayatkan dari ‘Ady bin Hatim radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menyangka yang dimaksud dengan menyembah orang alim dan rahib itu adalah ketika menyembelih hewan korban, bernadzar, sujud, dan ruku’ untuk mereka saja maupun yang serupa. Pada saat baru saja masuk Islam, ‘Ady datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mendengar beliau membaca ayat di atas. ‘Ady menyanggah, “Ya Rasulullah, kami tidak menyembah mereka.” Yang ia maksud adalah orang-orang Nasrani karena dahulunya ‘Ady adalah seorang Nasrani sebelum masuk Islam. Rasulullah bertanya, “Bukankah mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah lalu kalian ikut-ikutan mengharamkannya dan menghalalkan apa yang diharamkan Allah lalu kalian pun juga ikut-ikutan menghalalkannya?” ‘Ady menjawab, “Memang betul!” Rasulullah bersabda, “Itulah bentuk penyembahan (peribadatan) mereka.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzy)

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat di atas, “Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا

“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa”, yaitu Tuhan yang apabila mengharamkan sesuatu maka itulah yang haram, apa yang Dia halalkan maka itulah yang halal, apa yang Dia syariatkan diikuti, dan apa yang Dia tentukan hukumnya dilaksanakan.

لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” Maksudnya, Maha Tinggi dan Maha Suci Allah dari segala sekutu dan tandingan. Tidak ada yang berhak disembah selain Dia dan tidak ada Rabb selain Dia.



PASAL

Apabila diketahui bahwa berhukum kepada syariat Allah termasuk konsekuensi syahadat “Laa ilaaha illallaah, Muhammad ‘abduhu wa Rasuluh”, maka berhukum kepada thoghut, para tokoh, tukang ramal, dan yang sejenis mereka dapat melenyapkan keimanan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Perbuatan ini adalah kekufuran, kezhaliman, dan kefasikan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim.” (Al-Maidah: 45)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 47)

Allah Ta’ala menjelaskan bahwa hukum selain syariat yang diturunkan Allah adalah hukum orang-orang jahiliyyah. Allah juga menjelaskan bahwa menolak hukum Allah Ta’ala adalah penyebab memperoleh siksa-Nya yang tidak akan dihindarkan dari kaum yang zhalim. Allah berfirman,

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ ÿ أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 49-50)

Orang yang membaca dan mentadabburi ayat ini akan jelas baginya bahwa masalah berhukum dengan syariat yang Allah turunkan ditegaskan dengan delapan penegasan.

Pertama, perintah untuk berhukum dengan syariat Allah dalam firman-Nya,

( وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ) “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah”

Kedua, janganlah hawa nafsu dan keinginan manusia merintanginya untuk berhukum dengan syariat Allah dalam kondisi apa pun. Ini berdasarkan firman Allah,

( وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ ) “janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka”

Ketiga, peringatan dari sikap tidak mau berhukum dengan syariat Allah, baik dalam hal yang sedikit maupun banyak serta hal yang kecil maupun yang besar. Ini berdasarkan firman Allah, ( وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ) “Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”

Keempat, berpaling dan menolak sedikit pun dari hukum Allah adalah dosa besar yang pasti mendapat siksa pedih. Allah berfirman,

( فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ) “Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka”

Kelima, peringatan agar tidak terpedaya dengan banyaknya orang yang menolak hukum Allah karena hanya sedikit orang yang mau bersyukur dari hamba-hamba Allah. Allah berfirman, ( وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ ) “Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”

Keenam, pensifatan hukum selain syariat yang diturunkan Allah sebagai hukum jahiliyyah. Allah berfirman, ( أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ ) “Apakah hukum jahiliyah”

Ketujuh, penetapan makna yang agung bahwa hukum Allah adalah hukum paling baik dan paling adil. Allah berfirman, ( وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا ) “(hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah”

Kedelapan, konsekuensi dari keyakinan adalah ilmu (mengetahui) bahwa hukum Allah adalah hukum paling baik, paling sempurna, dan paling adil. Wajib bagi manusia untuk tunduk kepadanya disertai dengan keridhoan dan kepatuhan. Allah berfirman,

( وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ ) “dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”

Pengertian-pengertian ini terdapat dalam banyak ayat Al-Qur’an dan juga ditunjukkan oleh sabda Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan beliau. Di antaranya adalah firman Allah,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63)

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan.” (An-Nisa’: 65)

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (Al-A’raf: 3)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (Al-Ahzab: 36)

Diriwayatkan sebuah hadits dari Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga keinginan (hawa nafsu)nya mau mengikuti risalah yang aku sampaikan.”

Imam An-Nawawy mengatakan, “Hadits ini shahih, kami meriwayatkannya dalam kitab al-hujjah dengan isnad shahih.”

Beliau juga bersabda kepada ‘Ady bin Hatim, “Bukankah mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah lalu kalian ikut-ikutan menghalalkannya dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah lalu kalian juga ikut-ikutan mengharamkannya?” ‘Ady menjawab, “Memang betul.” Rasulullah bersabda, “Itulah bentuk peribadatan mereka.”

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepada sebagian oarng yang mendebatnya dalam sebagian masalah, “Sungguh, hampir saja batu turun dari langit menimpa kalian. Aku katakan, ‘Rasulullah bersabda’, tapi kalian malah membantah dengan mengatakan, ‘Kata Abu Bakar dan Umar’.”

Maknanya, seorang hamba wajib tunduk dengan sempurna terhadap firman Allah Ta’ala dan sabda Rasul-Nya serta mendahulukannya atas perkataan semua orang. Ini adalah perkara yang sudah diketahui dalam agama secara pasti.

Oleh karena itu, di antara konsekuensi rahmat dan hikmah-Nya adalah Ia menjadikan syariat dan wahyunya sebagai landasan hukum di antara hamba-hamba-Nya. Sebab, Allah Maha Suci dari segala kelemahan, hawa nafsu, dan kebodohan yang menimpa manusia. Allah Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, lagi Maha Lembut. Ia mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya dan apa yang bermaslahat bagi mereka, baik pada saat ini maupun saat yang akan datang. Di antara kesempurnaan rahmat-Nya, Allah mengurusi keputusan di antara mereka ketika terjadi perselisihan dan dalam urusan-urusan hidup agar tercapai keadilan, kebaikan, dan kebahagiaan di antara mereka. Bahkan, tercapai juga kerelaan dan ketenangan jiwa.

Demikianlah. Tatkala seorang hamba mengetahui bahwa hukum yang diterapkan dalam perkara yang diperselisihkan adalah hukum Allah Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui, ia pun menerima, rela, dan mematuhinya. Hingga …, meskipun hukum tersebut menyelisihi hawa nafsu dan keinginannya. Berbeda halnya jika ia mengetahui bahwa hukum yang diterapkan berasal dari manusia seperti dirinya. Mereka memiliki syahwat dan hawa nafsu. Dalam kasus ini, orang tersebut tidak akan rela serta terus melanjutkan tuntutan dan gugatannya sehingga perselisihan pun tidak berhenti. Ketika Allah mewajibkan hamba-Nya untuk berhukum dengan wahyu-Nya, hal itu sebagai bentuk rahmat-Nya dan kebaikan-Nya kepada mereka. Allah telah menjelaskan jalan umum ini dengan sangat gamblang dalam firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا ÿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 58-59)

Dalam ayat di atas terdapat nasihat umum, baik untuk orang yang menghukumi dan yang dihukumi atau untuk pemimpin dan rakyat. Dalam ayat di atas juga terdapat nasihat untuk para hakim dan penguasa tentang keadilan. Allah memerintahkan mereka agar menetapkan hukum dengan adil. Allah juga memerintahkan orang-orang beriman agar menerima hukum tersebut yang merupakan konsekuensi dari syariat-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan mengembalikan segala perkara kepada Allah dan Rasul-Nya di saat terjadi perselisihan.

Dari pembahasan yang sudah lalu, wahai saudaraku muslim, jelaslah bagi Anda bahwa menerapkan syariat Allah dan berhukum kepadanya termasuk di antara ketentuan yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya. Perkara ini termasuk konsekuensi dari peribadatan kepada Allah dan kesaksian terhadap risalah Nabi-Nya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Siapa yang menentang syariat Allah atau sebagian darinya, maka ia wajib mendapatkan adzab Allah. Masalah ini sama saja, baik yang dilakukan oleh negara kepada rakyatnya atau dilakukan oleh kelompok kaum muslimiin di setiap tempat dan zaman, baik dalam perselisihan khusus atau umum. Begitu pula, baik antara satu negara dengan negara lain, antara satu kelompok dengan kelompok lain, atau antara individu muslim dengan muslim lainnya. Hukum dalam semua kasus itu sama. Allah lah yang memiliki hak untuk mencipta dan memerintah, dan Dia seadil-adilnya hakim.

Tidak ada keimanan bagi orang yang meyakini bahwa hukum dan pendapat manusia lebih baik daripada hukum Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada keimanan pula bagi orang yang meyakini bahwa hukum Allah dan Rasul-Nya serupa dengan hukum manusia atau membolehkan untuk mengambil hukum positif dan aturan manusia meskipun ia meyakini bahwa hukum Allah lebih baik, lebih sempurna, dan lebih adil.

Wajib atas seluruh kaum muslimin secara umum, penguasa mereka, dan ahlul halli wal ‘aqdi[1] untuk bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menerapkan hukum syariat-Nya di negara-negara mereka dan dalam seluruh urusan hidup mereka serta memelihara diri mereka dan orang-orang yang menjadi tanggungan mereka dari adzab Allah di dunia dan di akhirat. Wajib pula atas mereka untuk mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di negeri-negeri yang menolak hukum Allah serta malah membeo bangsa Barat dan mengikuti jalan mereka. Di negeri-negeri tersebut sering terjadi perselisihan dan perpecahan, muncul berbagai bencana, sedikit kebaikan, dan saling membunuh. Kedaaan mereka tidak akan pernah baik dan hegemoni politik maupun intelektual musuh yang menguasai mereka tidak akan lenyap kecuali apabila mereka mau kembali kepada Allah dan meniti jalan-Nya yang lurus yang Ia ridhoi untuk hamba-hamba-Nya. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk meniti jalan tersebut dan menjanjikan surga An-Na’im bagi mereka. Maha Benar Allah ketika berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى. قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan". (Thaha: 124-126)

Tidak ada kesempitan melebihi hukuman yang Allah berikan kepada orang yang mendurhakainya dan tidak melaksanakan perintah-Nya, lalu ia mengganti hukum Allah dengan hukum makhluk yang lemah. Alangkah bodohnya pendapat orang yang Al-Qur’an ada padanya –hendaknya dia menyampaikan kebenaran, menjelaskan perkara dan jalan keluarnya, dan memberikan petunjuk kepada orang yang sesat—, lalu ia mencampakkannya. Sebagai gantinya, ia mengambil pendapat tokoh-tokoh manusia atau peraturan suatu negara? Tidakkah mereka ini mengetahui bahwa mereka telah rugi dunia akhirat? Mereka tidak mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia. Di akhirat pun, mereka tidak selamat dari siksa Allah pada hari kiamat. Hal itu karena mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah kepada mereka dan meninggalkan apa yang diwajibkan Allah kepada mereka.

Saya memohon kepada Allah agar menjadikan kata-kataku ini sebagai peringatan dan penyadar bagi kaum muslimin untuk memikirkan kondisi mereka dan memperhatikan diri dan bangsa mereka sehingga kembali kepada petunjuk mereka dan konsisten dalam menjalankan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar mereka benar-benar menjadi umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula, agar nama baik mereka kembali terangkat di kalangan bangsa-bangsa di muka bumi sebagaimana terangkatnya nama baik salafush shalih dan generasi utama umat ini hingga mereka menguasai dunia ini dan manusia pun tunduk kepada mereka. Semua itu terwujud dengan pertolongan Allah yang menolong hamba-hamba-Nya yang beriman yang mau memenuhi panggilan-Nya dan Rasul-Nya. Oh…, andai saja mereka tahu. Dosa apakah yang telah mereka perbuat? Bencana apakah yang mereka timpakan kepada umat? Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ

“Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.” (Az-Zukhruf: 44)

Disebutkan dalam sebuah hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang maknanya adalah, bahwa Al-Qur’an akan diangkat dari hapalan (benak) dan mushaf di akhir zaman ketika ditinggalkan oleh manusia. Mereka menolak untuk membaca dan menerapkan hukum-hukumnya. Hati-hatilah agar musibah ini tidak menimpa kaum muslimin atau menimpa generasi mereka yang akan datang karena perbuatan mereka. Innaa lillaahi wa innaa ilahi rooji’uun!

Nasihatku ini juga saya tujukan kepada kelompok-kelompok muslim yang hidup di tengah-tengah mereka. Yaitu mereka yang mengetahui dien dan syariat Allah, akan tetapi tetap berhukum kepada tokoh-tokoh mereka yang menerapkan adat dan budaya ketika terjadi perselisihan. Mereka memutuskan hukum dengan syair-syair dan sajak-sajak, persis seperti perbuatan orang-orang jahiliyah dahulu.

Saya berharap terhadap orang yang telah sampai kepadanya nasihatku ini agar bertaubat kepada Allah, berhenti melakukan perbuatan-perbuatan haram itu, meminta ampunan kepada Allah, dan menyesali kesalahan yang telah lalu. Demikian pula, hendaknya ia saling menasihati saudara-saudaranya yang ada di sekitarnya untuk membuang semua tradisi jahiliyah atau adat yang menyelisihi syariat Allah. Sesungguhnya taubat mampu menghapus dosa-dosa sebelumnya. Orang yang bertaubat dari suatu dosa seperti orang yang tidak melakukan dosa.

Kepada para penguasa dan pembantunya, hendaknya mereka giat mengingatkan dan menasihati umat manusia dengan kebenaran, menjelaskannya kepada mereka, dan mengangkat hakim-hakim yang shalih di antara mereka agar tercapai kebaikan dengan izin Allah. Hendaknya pula mereka menghentikan hamba-hamba Allah yang menentang-Nya dan berbuat maksiat kepada-Nya. Sungguh, alangkah butuhnya kaum muslimin pada hari ini terhadap rahmat Rabb mereka. Dengan rahmat tersebut, Allah akan mengubah kondisi mereka dan mengangkat mereka dari kehidupan yang hina menuju kehidupan yang mulia.

Saya memohon kepada Allah dengan perantara nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi agar Ia membuka hati kaum muslimin untuk memahami dan menerima firman-Nya, menerapkan syariat-Nya, menolak semua peraturan yang menyelisihi syariat-Nya, dan konsisten menjalankan hukum-Nya sebagai bentuk pengamalan firman-Nya,

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Keputusan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Yusuf: 40)

Semoga shalawat dan salam Allah senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad serta keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat.

[1] . Dewan penasihat dalam sebuah negara Islam yang bertugas memilih, mengangkat/menurunkan, dan membai’at khalifah.

Bantahan untuk "Salafy"

Fatwa Alim Besar Kota Madinah, Syaikh ‘Ubaid bin Abdillah Al-Jabiry –semoga Allah menjaga beliau-
Soal:
Syaikh yang mulia, beberapa hari yang lalu telah dijalankan hukuman eksekusi terhadap orang-orang yang melakukan peledakan di kota Bali, Indonesia, enam tahun silam. Telah terjadi fitnah setelahnya terhadap banyak manusia, dimana penguburan jenazah mereka dihadiri oleh sejumlah manusia yang sangat banyak. Mereka juga memastikan pelbagai kabar gembira tentang jenazah yang telah dieksekusi tersebut berupa senyuman di wajah mereka setelah eksekusi, wewangian harum yang tercium dari jenazah mereka, dan selainnya. Mereka mengatakan pula bahwa itu adalah tanda mati syahid, dan perbedaan antara hak dan batil pada hari penguburan jenazah. Apakah ada nasihat bagi kaum muslimin secara umum di negeri kami? wa Jazâkumulâhu Khairan.
Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim,
الحمد لله رب العالمين ، والعاقبة للمتقين ، ولا عدوان إلا على الظالمين ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، الملك الحق المبين ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد ولد آدم أجمعين ، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه الطيبين الطاهرين ، وسلم تسليما كثيرا على مر الأيام والليالي والشهور والسنين .

‘Amma Ba’du,
Bukanlah suatu hal yang aneh pada kalangan awam dan mereka yang tidak memiliki pemahaman terhadap As-Sunnah akan terjadi pada mereka seperti yang tersebut dalam pertanyaan, saat mereka mengiringi jenazah (para pelaku pengeboman) yang dieksekusi oleh pemerintah Indonesia. Orang-orang tersebut dieksekusi, lantaran perbuatan mereka menghilangkan harta benda dan nyawa, (dan ini) adalah perbuatan kaum Khawarij yang mengkafirkan kaum muslimin karena dosa, baik dilakukan oleh pemerintah maupun rakyat.
Jawaban:
Dalam setiap pernyataannya, beliau bertiga TIDAK PERNAH MENGKAFIRKAN kaum muslimin karena dosa, kalau anda mengatakan mereka mengkafirkan kaum muslimin karena dosa (kecuali dosa kufur) maka anda telah memakan bangkai saudara sesama muslim

Siapa yang memahami As-Sunnah, maka ia akan mengetahui bahwa eksekusi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap mereka adalah perkara yang sangat tepat dan kebenaran semata.
jawaban:
atas dasar apa anda anda mengatakan bahwa itu sudah tepat?apa anda pernah tabbayun dengan mereka bertiga?

Siapa yang mengetahui sejarah kaum Khawarij semenjak masa shahabat dan sepanjang perguliran masa ke masa, maka akan nampak baginya bahwa apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dieksekusi itu adalah perbuatan khurûj (pembangkangan, kudeta) terhadap pemerintah muslim dan pelanggaran terhadap pelbagai kehormatan, berupa nyawa yang terjaga dan harta. Bahkan perbuatan kaum Khawarij pada hari ini adalah bentuk dari perbuatan kaum bathiniyah.
Diantara perbuatan kaum bathiniyah adalah, beberapa masa yang lalu mereka menduduki Baitul Haram dan menumpahkan darah-darah yang terjaga serta mengambil Hajar Aswad, sehingga menghilang dari kaum muslimin sekian lama, sebab mereka membawanya ke Baghdad atau tempat lain –sebagaimana yang diberitakan-.
Jawaban:
Pernyataaan ini 100% benar, tapi ditujukan ke pihak yang salah

Berikut ini adalah nasihat dariku kepada saudara-saudaraku dan anak-anakku, yaitu kaum muslimin di Indonesia –semoga Allah menjaga negara mereka dan negara kami dari setiap keburukan dan kejelekan- dalam dua hal:
Pertama, tentang keterangan yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yang mutawatir dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang celaan terhadap kaum Khawarij sepanjang masa, abad dan tahun –selama-lamanya-, serta cercaan dan kemurkaan atas mereka.
Beliau menggelari mereka bahwa “Mereka adalah anjing-anjing neraka”, “Mereka adalah orang-orang bodoh yang baru tumbuh” dan “Mereka berbicara dari ucapan manusia terbaik, akan tetapi mereka keluar dari Islam seperti tembusnya anak panah dari buruannya.”
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam (juga) memerintahkan untuk membunuh dan memerangi mereka. Beliau bersabda, “Mereka adalah seburuk-buruk makhluk dan yang paling buruk tabiatnya”, “Mayat mereka adalah seburuk-buruk mayat di kolong langit”, “Berbahagialah orang yang membunuh mereka dan dibunuh oleh mereka”, “Kalau aku dapati mereka, niscaya aku akan binasakan mereka seperti binasanya kaum ‘Ad dan Iram”.
Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saat terjadinya perpecahan di antara kaum muslimin, akan keluarlah di antara mereka mâriqah[1] yang akan diperangi oleh kelompok yang paling dekat dengan kebenaran, kemudian kelompok yang berada di atas kebenaran tersebut dapat membasmi mereka.”
Benarlah sabda beliau ini. Penduduk Nahrawan di Irak melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan ‘Ali radhiyallâhu ‘anhu. Perang terhadap mereka saat itu di bawah pimpinan ‘Ali radhiyallâhu ‘anhu bersama para tokoh Islam dari kalangan shahabat dan tabi’in.
‘Ali dan para shahabatnya radhiyallâhu ‘anhum (berada di atas) kebenaran dalam memerangi kaum Khawarij, sebagaimana faksinya lebih dekat kepada kebenaran dari faksi Mu’awiyah dan para shahabatnya radhiyallâhu ‘anhum.
Jawaban:
Ini juga 100% benar, tapi sekali lagi pernyataaannya ditujukan kepada pihak yang salah

Kedua, wajib atas setiap muslim untuk membenci kaum Khawarij, dan membantu pihak berwajib untuk membongkar kedok mereka. Sebab, menutupi dan tidak menunjukkan markas dan (kamp) konsentrasi mereka adalah membantu mereka dalam dosa dan permusuhan. Tidak bisa terlepas tanggung jawab seorang muslim yang mengetahui rencana dari perencanaan yang membahayakan ahlul Islam berupa pembunuhan jiwa, baik yang terjaga dengan Islam karena sebagai pemeluknya, atau terjaga dengan Islam karena hubungan perjanjian. Yang kami maksud dengan terjaga dengan Islam karena perjanjian adalah kaum kuffar yang tinggal di tengah-tengah kaum muslimin, baik sebagai pekerja atau penduduk. Mereka mendapatkan perlindungan, perjanjian dan keamanan dari pemerintah yang muslim.
Jangan bersimpati kepada mereka dengan melakukan demonstrasi, keluar ke jalan-jalan (membentuk) konsentrasi massa, atau penghujatan di media massa , baik koran, radio, televisi atau selainnya.
Jawaban:
Lagi lagi ditujukan ke pihak yang salah, anda mengatakn mereka khawarij….karena mengkafirkan pemerintah muslim, sekarang coba kita bicara dengan terang terangan ja, apakah masih muslim orang yang meyatakan bahwa alquran itu tidak sempurna?Alquran itu buatan tangan manusia?
Alquran itu perlu diubah ayat ayatnya…….
Pemerintahan thogut ini nggak hanya seperti itu bung…mereka mengganti SEMUA HUKUM dalam alquran dengan hukum buatan tangan manusia…sama artinya dengan melemparkan Al Quran ke kotoran babi..
Kalau anda masih ngotot mereka adalah pemerintahan muslim,apa buktinya?…apakah karena mereka masih sholat?bagaimana kalau mereka mengganti hukum Alloh, apakah kalian akan mengatakan bahwa kita harus melihat hatinya…
Nah itu prinsip MURJIAH KALIAN!!! Kalia membuat makar atas nama Alloh…Demi Alloh, saya akan menuntut kalian dihadapan Alloh atas penyesatan terhjadap Dien ini, Demi Alloh!!! Kalau memang kalian berada diatas hujjah , maka tunjukkan HUJJAHMU!!!

Dari: http://mujahidkoko.wordpress.com/

FUNDAMENTALISME DAN ISLAM KAFFAH

Dalam perkembangan benturan pemikiran belakangan ini, agama sering dituduh sebagai biang keladi konflik yang mengorbankan harta dan jiwa manusia. Pemikiran ini sengaja disebarkan terutama kepada umat Islam untuk meragukan mereka terhadap agamanya. Di antara buku yang menjajakan pemikiran ini adalah Is Religion Killing Us? Membongkar Akar Kekerasan dalam Bibel dan Al-Qur'an karya Jack Nelson-Pallmayer. Dalam bukunya, ia menyatakan bahwa pembenaran kekerasan atas nama agama atau menggunakan legitimasi agama sebenarnya bukan disebabkan karena manusia salah memahami teks atau problem misinterpretasi. Kekerasan itu memang terletak dalam teks-teks kitab suci yang menjadi ajaran baku setiap agama.[1]

Yang lebih menarik untuk kita cermati dari buku ini adalah kata pengantar yang ditulis oleh Dr. Hamim Ilyas dengan judul Akar Fundamentalisme Dalam Perspektif Al-Qur'an. Menurut dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, ”Fundamentalisme adalah satu tradisi interpretasi sosio-religius (mazhab) yang menjadikan Islam sebagai agama dan ideologi, sehingga yang dikembangkan di dalamnya tidak hanya doktrin teologis, tapi juga doktrin-doktrin ideologis. Doktrin-doktrin itu dikembangkan oleh tokoh-tokoh pendiri fundamentalisme modern, yakni Hasan al-Banna, Abu A’la al-Maududi, Sayyid Quthb, Ruhullah Khumaini, Muhammad Baqir al-Shadr, Abd as-Salam Faraj, Sa’id Hawa dan Juhaiman al-Utaibi.”[2]

Dengan nada sinis, Hamim menulis, ”Karakteristik fundamentalisme adalah skripturalisme, yakni keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan yang dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu dikembangkan gagasan dasar bahwa suatu agama tertentu dipegang kokoh dalam bentuk literal dan bulat, tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi dan pengurangan.”[3]

Lebih lanjut, ia mengemukakan, ”Karakteristik fundamentalisme yang telah mengakar membawa konskuensi logis munculnya doktrin-doktrin yang justru mengekang, menyiksa diri dan membatasi ruang gerak, bukannya membebaskan. Doktrin sentral fundamentalisme adalah Islam kaffah. Dalam doktrin ini Islam tidak hanya diajarkan sebagai sistem agama, tetapi sebagai sistem yang secara total mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Karena itu dalam konteks dunia modern sangat ditekankan bahwa agama tidak bisa dipisahkan dari negara, sehingga Hasan al-Banna mendifinisikan Islam sebagai agama dan negara (ad-din wa ad-daulah)."[4]

Meski sempat mengutip QS Al-Baqarah: 208,“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.”, Hamim Ilyas menganggap konsep Islam kaffah seperti di atas adalah salah dan sering menjadi landasan kaum fundamentalis dalam membenarkan tindak kekerasan selama ini.[5]

Oleh karena itu, kata Hamim, "Demi mencegah terjadinya hal tersebut maka dalam menafsirkan Islam kaffah haruslah memperhatikan munasabah dan asbabun nuzul secara jernih dan akurat. Dalam ayat-ayat Al-Quran dibicarakan beberapa kategori orang dilihat dari segi keseimbangan hidupnya. Sebagian menginginkan dunia dan yang lain menginginkan dunia dan akhirat. Mereka yang menginginkan dunia terjerumus ke dalam materialisme hedonisme, sehingga merusak ladang (lingkungan hidup) dan keturunan (seks bebas). Sementara yang menginginkan dunia dan akhirat, sulit mewujudkan keseimbangan dan terjerumus ke dalam spiritualisme sehingga melupakan dunia. Jadi inti ayat-ayat ini memerintahkan umat Islam untuk menjaga keseimbangan hidup itu.

Kemudian ayat itu turun dengan latar belakang masyarakat Arab yang secara sosial sedang mengalami transisi dari masyarakat kesukuan menjadi masyarakat perdagangan, dan secara budaya dari masyarakat berperadaban spiritual menuju peradaban materi. Di kalangan mereka belum terjadi keseimbangan, sehingga sebagian mereka sangat spiritualistik yang mengabaikan dunia dan sebagian yang lain sangat materialistik yang anti-agama. Jadi ayat itu diturunkan untuk membawa keseimbangan baru mewujukan masyarakat yang sekaligus berperadaban materi dan spiritual.

Dengan begitu akan dapat dipahami bahwa disamping sebagai sistem kepercayaan dan peribadatan, Islam juga merupakan sistem peradaban yang memadukan materi dan spiritualitas, bukan sistem atau ideologi sosial. Dengan pemahaman ini maka sistem sosial yang dianut masyarakat bisa berubah, tapi sistem kebudayaannya tetap, yakni sistem kebudayaan yang imbang dunia dan akhirat."[6]

Demikianlah pemaparan Hamim Ilyas tentang penafsiran konsep Islam kaffah yang benar. Kesimpulannya menurut Hamim, makna Islam kaffah sebagaimana tersebut dalam surat Al-Baqarah: 208 adalah adanya keseimbangan dalam hidup ini, yaitu kesimbangan antara materi dan spiritual, serta tidak berarti bahwa Islam adalah sistem atau ideologi sosial.


Problem Istilah Fundamentalisme
Menyematkan istilah fundamentalisme pada Islam sebenarnya tidak tepat. Sepanjang perjalanan sejarah umat Islam selama berabad-abad, istilah ini tidak pernah dikenal dan digunakan oleh mereka. Istilah fundamentalisme lahir di Barat dengan latar belakang pengalaman dan permasalahan keagamaan mereka. Fundamentalisme populer digunakan untuk menggambarkan ketaatan yang sempurna terhadap doktrin Kristen yang berlandaskan pada penafsiran literal Bibel. Istilah ini mulai digunakan sejak akhir abad XIX dan awal abad XX oleh gerakan Kristen Protestan tertentu yang menentang penyesuaian doktrin Kristen terhadap teori dan filosofi ilmu pengetahuan modern.[7] Prototipe pemikiran yang menjadi ciri khas fundamentalisme ini adalah penafsiran Bibel dan seluruh teks agama secara literal dan menolak secara utuh seluruh bentuk penakwilan atas teks-teks mana pun, walaupun teks-teks itu berisikan metafor-metafor rohani dan simbul-simbul sufistik, serta memusuhi kajian-kajian kritis yang ditulis atas Bibel.[8]

Berbeda dengan Bibel yang ditulis berdasarkan inspirasi wahyu, Al-Quran merupakan kitab yang tanzîl (diturunkan) kepada Nabi Muhammad dan ditulis setiap kali turun ayat, lalu dihimpun dalam satu mushaf pada masa kekhilafahan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan dihimpun ulang pada masa kekhilafahan Utsman bin 'Affan. Dengan cara ini, wahyu Al-Quran tetap otentik dan terjaga sepanjang masa. Meyakini keotentikan Al-Quran tanpa ada kesalahan merupakan prinsip aqidah yang dianut kaum Muslimin secara turun temurun; bukan keyakinan kaum fundamentalis sebagaimana anggapan Dr. Hamim Ilyas.

Demikian juga, kecenderungan penafsiran secara literal yang disematkan pada kaum "fundamentalis Islam" adalah pernyataan yang tidak benar. Seluruh aliran pemikiran Islam yang lama, baik sekelompok kecil dari ahli atsar, ash-habul hadits, kaum zhahiriyah maupun kelompok besar mayoritas dari ahli ra'yi, seluruhnya menerima majaz (metafor) dan takwil terhadap banyak nash-nash suci. Sehingga hampir terjadi ijma' bahwa nash-nash yang tidak bisa ditakwilkan, yang dalam istilah ahli ushul fikih disebut "nash" adalah sedikit, sementara sebagian besar dari nash-nash itu dapat menerima pendapat, takwil, dan ijtihad. Sedangkan perbedaan di antara aliran-aliran pemikiran Islam itu adalah dalam kadar penakwilan itu: ada yang membatasi diri dalam melakukan penakwilan, ada yang sedang-sedang saja, dan ada yang secara berani melakukan penakwilan. Namun, penakwilan itu sama sekali tidak ditolak oleh madzhab-madzhab Islam.[9]



Konsep Islam Kaffah Menurut Para Ulama
Para ulama berselisih pendapat mengenai terhadap siapakah QS Al-Baqarah: 208 ini diturunkan. Pendapat pertama, ayat ini diturunkan terhadap orang yang masuk Islam dari kalangan Ahli Kitab. Setelah keislamannya, mereka menjauhi daging unta dan perkara-perkara lain yang biasa dijauhi Ahli Kitab. Pendapat ini diriwayatkan oleh Abu Shalih dari Ibnu Abbas.[10] Pendapat kedua, ayat ini diturunkan terhadap Ahli Kitab yang tidak beriman kepada Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam. Mereka diperintahkan agar masuk ke dalam Islam. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Adh-Dhahak. Pendapat ketiga, ayat ini diturunkan terhadap kaum Muslimin. Allah memerintahkan mereka agar masuk ke dalam seluruh syariat Islam. Pendapat ini dikemukakan oleh Mujahid dan Qatadah.[11]

Untuk menjelaskan bagaimana penafsiran para ulama kita terhadap konsep Islam kaffah, berikut akan dinukilkan pendapat-pendapat mereka dari beberapa kitab tafsir. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan sekelompok tabi'in tentang firman Allah ta'ala, "masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan", maksudnya adalah masuklah ke dalam Islam dan taatilah seluruh perintah-Nya semampu yang kalian kerjakan.[12] Sementara itu, Az-Zamakhsyari menafsirkan bahwa orang-orang beriman diperintahkan agar masuk ke dalam ketaatan secara keseluruhan, sedangkan mereka tidak akan masuk ke dalam ketaatan tanpa mengerjakan ketaatan lainnya. Atau ke dalam cabang dan syariat Islam secara keseluruhan dan tidak meninggalkan sedikit pun darinya.[13] Penafsiran QS Al-Baqarah: 208 sebagai perintah agar masuk ke dalam syariat Islam secara keseluruhan merupakan penafsiran yang banyak dikemukakan para mufassir. Selain Az-Zamakhsyari, ada sekian mufassir yang menyampaikan pendapat serupa dalam kitab-kitab tafsir mereka. Di antaranya dalam tafsir Al-Baghawy, Al-Alûsi, Zâdul Masîr, Ar-Râzy, As-Samarqandy, Al-Jalâlain, Muqatil, Ibnu 'Ajibah, Ibnu Abdis Salam, tafsir Ibnu Abbas, Sayyid Tanthawy, Aysarut Tafâsîr, As-Sa'dy, Al-Wajîz, Haumad, Al-Masîr, dan sebagainya.[14]

Dengan melihat banyaknya pendapat mufassir yang menyatakan bahwa konsep Islam kaffah adalah menjalankan atau masuk ke dalam syariat Islam secara keseluruhan, maka pendapat yang memandang Islam sebagai sistem yang secara total mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial, bukanlah pendapat yang salah. Sebab, syariat Islam mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia, termasuk urusan bernegara. Sepanjang sejarah umat Islam selama berabad-abad[15], syariat dan aqidah Islam diterapkan di bawah naungan negara.

Oleh karena itu sangat aneh apabila ada pihak yang menolak dijadikannya Islam sebagai dasar negara dan menuduhnya sebagai ciri khas doktrin fundamentalisme. Padahal, para pejuang Islam yang turut mengusir Belanda dan Jepang dari negeri ini melakukan perjuangannya bukan semata-mata agar para penjajah tersebut hengkang dari negeri ini, namun juga untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam di negeri ini. Setidaknya ada empat peristiwa besar dalam sejarah umat Islam Indonesia yang membuktikan hal itu. Pertama, terjadinya perdebatan sengit dalam BPUPKI antara wakil umat Islam melawan wakil kaum nasionalis sekuler tentang rumusan dasar negara setelah Indonesia nanti merdeka. Akhirnya pada 22 Juni 1945 dicapailah rumusan kompromi yang disebut "Piagam Jakarta" dengan memasukkan kalimat "dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dalam alinea empat.[16] Tragisnya, sehari setelah proklamasi kemerdekaan RI, tujuh kata penting dalam Piagam Jakarta itu dicoret oleh PPKI.[17] Kedua, dibentuknya Partai Masyumi dalam Kongres Umat Islam pada 7-8 Nopember 1945 M (bertepatan dengan 1-2 Dzulhijjah 1364 H) di gedung Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Menurut Anggaran Dasar tahun 1945, Masyumi bertujuan “menegakkan kedaulatan Republik Indonesia dan agama Islam” dan “melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan”.[18] Ketiga, proklamasi NII pada 7 Agustus 1949 akibat kekecewaan yang memuncak terhadap perjuangan RI yang cenderung bersikap lunak terhadap Belanda. Keempat, terjadinya debat di Majelis Konstituante pada 1956 hingga 1959 antara wakil umat Islam melawan wakil kaum nasionalis sekuler dan wakil umat Kristen untuk memperjuangkan Islam sebagai dasar negara di Indonesia. Keempat peristiwa ini membuktikan bahwa para pejuang Islam yang mengusir penjajah dari negeri ini meyakini bahwa urusan agama tidak bisa dipisahkan dari negara. Apakah mereka juga kaum fundamentalis?

Seorang politikus Barat saja, Samuel P. Huntington, mengakui nilai penting negara bagi Islam. Ia menulis, "Absennya negara Islam yang berperan sebagai negara inti merupakan faktor utama yang menjadi sebab terjadinya konflik-konflik internal maupun eksternal di kalangan masyarakat Islam. Kesadaran tanpa keterikatan menjadi sumber kelemahan Islam serta memudahkan jalan bagi kemungkinan timbulnya ancaman dari peradaban lain. Adakah kondisi seperti ini akan terus berlanjut?"[19]

Memang, Islam menyeru umatnya agar seimbang dalam hidup mereka antara aspek spiritual dan aspek material. Akan tetapi, makna seperti ini bukan yang dikehendaki QS Al-Baqarah: 208 mengenai konsep Islam kaffah. Anggapan Dr. Hamim Ilyas yang menyatakan bahwa ayat ini turun dengan latar belakang masyarakat Arab yang sedang mengalami transisi dari masyarakat kesukuan menjadi masyarakat perdagangan dan dari masyarakat berperadaban spiritual menuju peradaban materi, sehingga ayat ini diturunkan untuk membawa keseimbangan baru mewujudkan masyarakat yang sekaligus berperadaban materi dan spiritual, adalah tidak ada hubungannya dengan munasabah dan asbabun nuzul seperti yang ia anjurkan untuk memerhatikannya. Di antara asbabun nuzul ayat tersebut sebagaimana telah disinggung sebelumnya berkenaan dengan Abdullah bin Salam –seorang Yahudi yang baru masuk Islam– yang mengagungkan hari Sabtu, membenci daging unta, serta ingin menggunakan sebagian hukum Taurat dan mencampuradukkannya dengan Islam. Demikianlah konteks sebenarnya turunnya ayat tersebut. Jadi, turunnya ayat tentang Islam kaffah itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan transisi masyarakat Arab dari masyarakat kesukuan menjadi masyarakat perdagangan, dan juga dari budaya dari masyarakat berperadaban spiritual menuju peradaban materi, seperti yang dikemukakan oleh Dr. Hamim Ilyas.

Kesimpulan
Istilah fundamentalisme tidak netral, tidak bebas nilai, dan sangat kental dengan pengaruh worldview Barat. Dalam praktek di lapangan, istilah ini mengandung konotasi negatif. Kaum fundamentalis Islam sering diidentikkan sebagai orang yang menjalankan Islam secara radikal, kaku, ekstrim, dan tanpa kompromi. Akan tetapi, standard yang digunakan untuk menilai kriteria dan karakteristik fundamentalis adalah menurut framework Barat. Akibatnya, ajaran-ajaran Islam yang bertentangan dengan keinginan dan kepentingan Barat dituduh sebagai doktrin fundamentalisme. Kasus salahpaham terhadap konsep "Islam kaffah" yang diusung oleh Dr. Hamim Ilyas sebagai orang yang sadar atau tidak telah terpengaruh oleh framework Barat menjadi salah satu contoh nyata bagi kita. Wallahu a'lam.



[1] Pallmayer, Jack Nelson. 2007. Is Religion Killing Us; Membongkar Akar Kekerasan dalam Bibel dan Qur'an. Yogyakarta: Pustaka Kahfi. Hlm. 10.

[2] Ilyas, Hamim. "Akar Fundamentalisme Dalam Perspektif Al-Qur'an" dalam Pallmayer, Jack Nelson. 2007. Is Religion Killing Us; Membongkar Akar Kekerasan dalam Bibel dan Qur'an. Yogyakarta: Pustaka Kahfi. Hlm. xvii

[3] Idem. Hlm. xviii.

[4] Idem. Hlm. xx.

[5] Idem. Hlm. xxiii.

[6] Idem. Hlm. xxiv-xxv.

[7] "Christian Fundamentalism Exposed" dalam http://www.sullivan-county.com/news/ Diakses pada 3 Maret 2008.

[8] Imarah, Muhammad. 1999. Fundamentalisme dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Hlm. 10.

[9] Imarah. Op. cit. hal. 14.

[10] Ibnu 'Athiyyah menukil riwayat dari Ikrimah radhiyallâu 'anhu bahwa ayat ini turun mengenai Ahli Kitab, yaitu Abdullah bin Salam dan teman-temannya. Hal itu karena mereka mengagungkan hari Sabtu, membenci daging unta, serta ingin menggunakan sebagian dari hukum Taurat dan mencampuradukkannya dengan Islam. Lalu, turunlah ayat ini terhadap mereka. Silakan lihat Ibnu 'Athiyyah, Abu Muhammad Abdul Haq bin Ghalib. 2001. Al-Muharrar Al-Wajîz Fî Tafsîr Al-Kitâb Al-Azîz. Beirut: Dâr Al-Kutub Al-'ilmiyyah. Jilid I. hlm. 282.

[11] Ibnul Jauzy, Abul Faraj. 1984. Zâd Al-Masîr fî 'Ilmi At-Tafsîr. Beirut: Al-Maktab Al-Islâmy. Juz 1 hlm. 224.

[12] Ar-Rifa'i, Muhammad Nasib. 1989. Taysîr Al-'Aliy Al-Qadîr li Ikhtishâr Tafsîr Ibnu Katsîr. Riyadh: Maktabah Al-Ma'arif. Jilid 1. Hlm. 169

[13] Az-Zamakhsyary, Abul Qasim Mahmud bin Umar. 1998 Al-Kasyaf 'An Haqâiq Ghawâmidh At-Tanzîl wa 'Uyûn Al-Aqâwîl. Riyadh: Maktabah Al-'Ubaikan. Jilid I hlm 418.

[14] Untuk memudahkan pengecekannya, silakan buka tafsir ayat ini dalam program software Maktabah Asy-Syamilah.

[15] Dan baru berakhir dengan runtuhnya Khilafah Turki 'Utsmaniyah pada 3 Maret 1924.

[16] Firdaus A.N.. 1999. Dosa-Dosa Politik Orde Lama Dan Orde Baru Yang Tidak Boleh Berulang Lagi di Era Reformasi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Hlm. 70.

[17] Anshari, Endang Saifuddin. 1997. Piagam Jakarta; Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949). Jakarta: Gema Insani Press. Hlm. 56.

[18] Noer, Deliar. 1987. Partai Islam di Pentas Nasional. Jakarta: Grafiti. Hlm. 118
[19] Huntington, Samuel P. 2002. Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia. Yogyakarta: Qalam. Hlm 325.

source: www.gedublaks.multiply.com

Jembatan




Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka jatuh ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah pertama kalinya mereka bertengkar sedemikian hebat. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan, saling meminjamkan peralatan pertanian, dan bahu membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan.

Namun kerja sama yang akrab itu kini retak. Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa.

Suatu pagi, seseorang mengetuk rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu. "Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan," kata pria itu dengan ramah. "Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan."

"Oh ya!" jawab sang kakak. "Saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ..ah sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan buldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya." Kata tukang kayu, "Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang."

Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu. Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian.

Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku. Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya. Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi. Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.

"Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku." kata sang adik pada kakaknya.

Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. "Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu," pinta sang kakak.

"Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini," kata tukang kayu, "tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan."

Minggu, 25 Januari 2009

Out Of Box

Membandingkan keadaan Jakarta, Bandung dan beberapa kota besar sekitarnya dengan keadaan kota kecil (mungkin setingkat kecamatan) yang berada di pedalaman pulau luar Jawa, nampak sangat kontras bedanya. Bahkan, dapat membuat kita, sebagai muslim (apakah anda mengaku muslim?) sejenak melupakan tugas2 pokok kita sbg manusia (hamba Alloh). Bisa jadi. ALlohua`lam.

Mungkin hal ini disebabkan beberapa kondisi dan lingkungan yang berbeda tsb. Di kota kecil nan jauh, namun sebagai penghasil barang tambang terkemuka, pendapatan per kapita penduduknya terbilang besar. Bahkan untuk seorang lulusan SMU pun. Tapi itu tidak selalu, saya hanya mau bilang di kota kecil itu hampir tidak dijumpai pengemis, anak-anak jalanan, penduduk miskin yang setara dgn level kemiskinan di Jakarta, Bandung, Botabek.

Islam cukup kondusif disana. Berbondong-bondong bapak-bapak, ibu-ibu, wanita dan laki-laki mengikuti berbagai kajian (yang katanya sih umum..tapi saya tau diadakan oleh sebuah harokah bersayap partai) islami yang sangat menjamur dimana-mana. Bahkan, itu yang terlihat vokal. Dengan satu-satunya yayasan sosialnya, induk kajian tersebut dengan mudahnya menggapai berbagai lini kehidupan masyarakat kota kecil itu. Dari SD hingga SMP, radio, badan amil zakat, hingga senam sehat. Dakwah terlihat menjanjikan. Saya belum melihat respon masyarakat yang sangat baik untuk kategori sebuah partai di sebuah kota, seperti di kota kecil itu.

Memang nyaman hidup di kota impian (andai saja kota itu tidak memiliki masalah dengan air, listrik, dan mall bagi yang membutuhkan). Karena hedonisme belumlah terfasilitasi. Kecuali korupsi, kolusi dan nepotisme yang sangat terfasilitasi. Saya pikir, kota itu cukuplah memberikan lingkungan yang baik untuk perkembangan islam dan syi`ar islam. Sekali lagi, bila dibandingkan dengan kota-kota besar di Indonesia, dimana banyak sekali kemacetan, tindakan asusila dan kriminal yang entah berapa kali terjadi per menitnya, gaya hidup hedon, pemurtadan, manusia-manusia hipokrit bla.. bla...

Namun.. bukan itu yang membuat kita berkembang. Bukan itu yang memicu semangat. Bukan itu yang melecut kesadaran. Saat melihat dunia luar, saat berinteraksi dengan pengemis, janda-janda tua, anak-anak jalanan, melewati pasar, mall, bahkan saat melihat adik-adik ABG-ABG modis.. dan berbagai objek-objek hidup atau tak hidup lainnya, justru akan terasa miris.

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la 16-17).

Disitulah nurani terasa ditusuk-tusuk. Perubahan seperti apa sebenarnya yang kita inginkan? Kita? Bukan.. ALloh.

Tidak cuma berpikir akan “Makan apa kita besok?” tapi cobalah untuk berpikir “Apa yang bisa kita lakukan besok?” dan bukan hanya berpikir “Apakah mall buka besok?” tapi sedikitlah berpikir “Apakah hukum-hukum Alloh masih diinjak-injak besok?”. Bukan juga “Bagaimana nasib kita?” tetapi “Bagaimana nasib saudara-saudara kita sesama muslim?” Dan juga bukan “Siapa dia?” tapi.. “Siapa kita?” hehehe aneh ya... :D
Ngga aneh juga sih.. Siapa kita? Apa kita mau disebut the dead body? Iya lah.. dead body, kerjaannya apa? Manusia yang tidak bermanfaat buat manusia lain (apalagi buat Tuhannya) kata-kata apa yang pantas selain “daging berjalan”? hihihi. Begitu banyak perumpamaan terhadap manusia di dalam alQuran..

“Dan kalau Kami Menghendaki sesunggunya Kami Tinggikan derjatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya dihulurkan lidah dan jika kamu biarkannya dia menghulurkan lidahnya juga. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Cerita-cerita demikian bermaksud agar manusia memikirkannya.” (al-A’raf, 7: 176)

Dan untuk yang mengambil pelindung selain Alloh:

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti labah-labah yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah labah-labah kalau mereka mengetahui.” (Al-‘Ankabut, 29: 41)

Melihat keluar. Keluar Kotak. Inilah kenyataan teman. Bukan sekedar bekerja, bercanda, memenuhi kebutuhan pribadi. Terlalu jauh dari kenyataan, bisa membuat hati kita mengeras. Sekeras batu. Sehingga pernahkah kalian berpikir di belahan dunia sana masih banyak orang-orang yang hidup dengan tidak layak. Bahkan tidak layak pula untuk disebut hidup. Pernahkah kalian berpikir di belahan dunia sana para saudara-saudara kita sedang berperang demi izzul islam. Apakah kita merasa cukup dengan apa yang kita punya sehingga tidak peduli pada tujuan kita diciptakan?

Betapa banyak tugas bagi hamba-hamba yang mengaku menauhidkan Alloh. Begitu berat beban yang dipikul mereka yang berjuang dijalan islam. Akankah kita menjadi penonton atau menjadi pemain walau hanya 1/10.000.000.000 bagian andil yang kita sisipkan. Bahkan.. sebuah semangat pun sangat berharga dalam sebuah kemenangan. Melihat kenyataan yang sangat menyedihkan.. apakah islam bisa menang? Kapan islam akan menang? Yaa.. memang tidak akan menang kalau kita tidak melakukan apapun. Tidak cuma berpikir, membayangkan, tapi juga bergerak. Hidup adalah perjuangan :)
Allah berfirman:

“Musa berkata kepada kaumnya, ‘Minta tolonglah kalian kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al A’raf 128).

Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan akan diberikan kepada hamba-hambaNya yang bertakwa. Maksudnya adalah Islam dan umatnya. Dan ini pasti terjadi cepat atau lambat, sebab Allah tidak pernah mengingkari janji. Allah berfirman: “innallaaha laa yukhliful mii’aad (sesungguhnya Allah tidak pernah menyalahi janji.)” Ali Imran 9.

“berilah kabar gembira kepada umatku dengan kemenangan, ketenangan di negerinya, pertolongan Allah, dan kemulyaan agamanya, siapa yang menjadikan amal akhiratnya untuk dunia, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa di akhirat” (HR. Imam Ahmad no 20273).

Duuh.. saya ni cerita apa ya? Hehehe..
Eh, tapi walking-walking bagus juga untuk kesehatan ^^V

------------------------------------------------------

Untuk semua yang merasa masih di dalam kotak :)

Nama-Nama Al Quran

Al-Quran merupakan Kalam Allah yang mengandung ayat-ayat Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibral untuk disampaikan kepada semua manusia. Al-Quran merupakan mukjizat yang paling agung yang telah mendapat jaminan dari Allah SWT akan kekal terpelihara.

Terdapat lebih daripada 10 nama Al-Quran dicatatkan oleh Allah dalam kitabNya. Nama-nama itu menepati ciri-ciri dan kriteria Al-Quran itu sendiri.

1. Al-Kitab (Kitab)

Perkataan Kitab di dalam bahasa Arab dengan baris tanwin di akhirnya (kitabun) memberikan makna umum yaitu sebuah kitab yang tidak tertentu. Apabila ditambah dengan alif dan lam di depannya menjadi (Al Kitab) ia telah berubah menjadi suatu yang khusus (kata nama tertentu). Dalam hubungan ini, nama lain bagi Al-Quran itu disebut oleh Allah adalah Al-Kitab.

Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, (menjadi) petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (al-Baqarah: 2)

2. Al-Hudaa (Petunjuk)

Allah SWT telah menyatakan bahawa Al-Quran itu adalah petunjuk. Dalam satu ayat Allah menyatakan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia (2:185) dan dalam satu ayat yang lain Allah nyatakan ia sebagai petunjuk bagi orang-orang betaqwa. (3:138 )

Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil) … (al-Baqarah: 185)

3. Al-Furqan (Pembeda)

Allah SWT memberi nama lain bagi Al-Quran dengan Al-Furqan beerti Al-Quran sebagai pembeda antara yang haq dan yang batil. Mengenali Al-Quran maka kesannya sewajarnya dapat mengenal Al-Haq dan dapat membedakannya dengan kebatilan.

Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Quran) kepada hambaNya (Muhammad) … (al-Furqan: 1)

4. Ar-Rahmah (Rahmat)

Allah menamakan Al-Quran dengan rahmat kerana dengan Al-Quran ini akan melahirkan iman dan hikmah. Bagi manusia yang beriman dan berpegang kepada Al-Quran ini mereka akan mencari kebaikan dan cenderung kepada kebaikan tersebut.

Dan Kami turunkan dari Al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar serta rahmat bagi orang-orang yang beriman, sedangkan bagi orang-orang yang zalim (Al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian. (al-Isra: 82)

5. An-Nuur (Cahaya)

Panduan yang Allah gariskan dalam Al-Quran menjadi cahaya dalam kehidupan dengan mengeluarkan manusia daripada thaghut kepada cahaya kebenaran, daripada kesesatan dan kejahilan kepada kebenaran ilmu, daripada perhambaan sesame manusia kepada mengabdikan diri semata-mata kepada Yang Maha Mencipta dan daripada kesempitan dunia kepada keluasan dunia dan akhirat.

Dengan kitab itulah Allah member petunjuk kepada orang yang mengikuti keredhaanNya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari kegelapaan kepada cahaya dengan izinNya dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (al-Maidah: 17)

6. Ar-Ruuh (Roh)

Allah SWT telah menamakan wahyu yang diturunkan kepada rasulNya sebagai roh. Sifat roh adalah menghidupkan sesuatu. Seperti jasad manusia tanpa roh akanmati, busuk dan tidak berguna. Dalam hubungan ini, menurut ulama, Al-Quran mampu menghidupkan hati-hati yang mati sehingga dekat dengan Penciptanya.

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) Ruuh (Al-Quran) dengan perintah Kami, … (ash-Shura: 52)

7. Asy-Syifaa’ (Penawar)

Allah SWT telah mensifatkan bahawa Al-Quran yang diturunkan kepada umat manusia melalui perantara nabi Muhammad SAW sebagai penawar dan penyembuh. Bila disebut penawar tentu ada kaitannya dengan penyakit. Dalam tafsir Ibnu Kathir dinyatakan bahawa Al-Quran adalah penyembuh dari penyakit-pnyakit yang ada dalam hati manusia seperti syirik, sombong, bongkak, ragu dan sebagainya.

Wahai manusia! Sungguh, telah Kami datangkan kepadamu pelajaran (Al-Quran) dari Tuhanmu, penawar bagi penyakit yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman. (Yunus: 57)

8. Al-Haq (Kebenaran)

Al-Quran dinamakan dengan Al-Haq kerana dari awal hingga akhirnya, kandungan Al-Quran adalah semuanya benar. Kebenaran ini adalah datang dari Allah yang mencipta manusia dan mangatur system hidup manusia dan Dia Maha Mengetahui segala-galanya. Oleh itu, ukuran dan pandangan dari Al-Quran adalah sesuatu yang sebenarnya mesti diikuti dan dijadikan priority yang paling utama dalam mempertimbangkan sesuatu.

Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu. (al-Baqarah: 147)

9. Al-Bayaan (Keterangan)

Al-Quran adalah kitab yang menyatakan keterangan dan penjelasan kepada manusia tentang apa yang baik dan buruk untuk mereka. Menjelaskan antara yang haq dan yang batil, yang benar dan yang palsu, jalan yang lurus dan jalan yang sesat. Selain itu Al-Quran juga menerangkan kisah-kisah umat terdahulu yang pernah mengingkari perintah Allah lalu ditimpakan dengan berbagai azab yang tidak terduga.

Inilah (Al-Quran) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk kepada seta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (al-Baqarah: 138 )

10. Al-Mau’izhah (Pengajaran)

Al-Quran yang diturunkan oleh Allah adalah untuk kegunaan dan keperluan manusia, kerana manusia sentiasa memerlukan peringatan dan pelajaran yang akan membawa mereka kembali kepada tujuan penciptaan yang sebenarnya. Tanpa bahan-bahan pengajaran dan peringatan itu, manusia akan lalai dan alpa dari tugasnya karena manusia sering didorong oleh nafsu dan dihasut oleh syaitan dari mengingati dan mentaati suruhan Allah.

Dan sungguh Kami telah mudahkan Al-Quran untuk peringatan, maka adakah orang yang mahu mengambil pelajaran? (daripada Al-Quran ini).(al-Qamar: 22)

11. Adz-Dzikr (Pemberi Peringatan)

Allah SWT menyifatkan Al-Quran sebagai adz-dzikra (peringatan) kerana sebetulnya Al-Quran itu sentiasa memberikan peringatan kepada manusia krna sifat lupa yang tidak pernah lekang dari manusia. Manusia mudah lupa dalam berbagai hal, baik dalam hubungan dengan Allah, hubungan sesame manusia mahupun lupa terhadap tuntutan-tututan yang sepatutnya ditunaikan oleh manusia. Oleh itu golongan yang beriman dituntut agar sentiasa mendampingi Al-Quran. Selain sebagai ibadah, Al-Quran itu sentiasa memperingatkan kita kepada tanggungjawab kita.

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-zikra (Al-Quran) dan Kamilah yang akan menjaganya (Al-Quran). (al-Hijr: 9)

12. Al-Busyraa (Berita Gembira)

Al-Quran sering menceritakan kabar gembira bagi mereka yang beriman kepada Allah dan menjalani hidup menurut kehendak dan jalan yang telah diatur oleh Al-Quran. Khabar-khabar ini menyampaikan pengakhiran yang baik dan balasan yang menggembirakan bagi orang-orang yang patuh dengan intisari Al-Quran. Telalu banyak janji-janji gembira yang pasti dari Allah untuk mereka yang beriman dengan ayat-ayatNya.

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim). (an-Nahl: 89)

Jumat, 23 Januari 2009

Jangan Jadi Munafiqin!

Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS An Nisaa’, 4: 145)



Orang munafik adalah orang yang paling jahat dari semua orang dan layak untuk mendapatkan hukuman di hari kiamat. Ini karena mereka berperilaku sebagai Muslim, tetapi mereka adalah musuh yang paling jahat dari semua musuh karena mereka menyembunyikan kekufuran dan syirik. Pentingnya mempelajari kemunafikan adalah sebagaimana pentingnya mempelajari Tauhid karena keduanya saling berkaitan. Jika kita tidak mempelajari kufur, syirik dan nifaq, tidak dapat disangkal lagi, kita bisa jatuh ke dalamnya, dan selanjutnya menjadi Kafir. Jika seseorang tidak mengetahui karekteristik dari Musyirikin, dia akan menjadi Musyrik. Dan sama halnya jika kita tidak mempelajari kareteristik munafik kita akan menjadi munafik.

Hanya Mu’min dan Muslim sejati yang takut melakukan nifak atau kufur, dan hanya muwwahid yang takut untuk melakukan syirik. Satu-satunya orang yang dengan bebas melakukan kufur, nifak dan syirik adalah Kafir. Perhatian pertama bagi setiap Muslim adalah menjauhi kufur, syirik dan nifak, dan kemudian beribadah kepada Allah semata.

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari oleh Ibnu Abi Mulaikah, yang berkata,

“Aku bertemu tiga puluh Shahabat Nabi SAW dan masing-masing dari mereka takut menjadi orang munafik, dan tidak ada dari mereka yang berkata bahwa dia sekuat Jibril atau Mika’il.” Dan Hasan (Al Basri) berkata: ‘Hanya orang yang beriman yang takut dari kemunafikan, dan hanya orang munafik yang merasa aman darinya (kemunafikan).’ (Shahih Al Bukhari Kitabul Iman Bab 36)

Dan Nabi Ibrahim A.S. berkata:

“…Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS Ibrahim, 14: 35)

Seseorang harus berfikir setelah membaca wahyu bahwa jika Shahabat Nabi SAW dahulu takut dari kemunafikan, untuk alasan yang lebih besar tidakkah seharusnya kita takut dari itu? Jika seseorang terbaik seperti Nabi Ibrahim A.S. takut terhadap syirik, tidakkah seharusnya kita takut juga? Namun sangat menyedihkan melihat realitas hari ini sangat jarang kita menemukan orang yang takut melakukan dosa, membiarkan diri sendiri menjadi kafir, munafiq atau musyrik! Orang-orang kelihatannya berfikiran bahwa mereka akan masuk surga secara langsung dan melewati hari pengadilan dengan mudah.

Selanjutnya kita seharusnya tidak menjadi naif dan realistis terhadap berbagai kemungkinan menjadi Kafir, Musyrik atau Munafik dengan mengambil tindakan pencegahan dan kekebalan. Sebaik-baik yang bisa kita lakukan adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan mempelajari tauhid. Kemudian setelah itu, apakah kita mati sebagai Muslim atau Kafir ada di tangan Allah SWT ; dan semoga Allah SWT meneriman ibadah kita dan menjadikan kita mati dalam keadaan iman dan Tauhid, Amin.

Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu meminta kepada Allah SWT untuk mati dalam keadaan iman dan Tauhid disamping fakta bahwa Allah adalah yang mengendalikan hati kita dan dia bisa membalikkannya sesuai dengan keinginanNya, kapanpun Dia inginkan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنا وَمَيِّتِنا، وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا، وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا، وَشَاهِدِنا وغائِبِنَا؛ اللَّهُمَّ مَنْ أحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الإِسْلامِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الإِيمَان؛ اللَّهُمَّ لا تَحْرِمْنَا أجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ

“Yaa Allah ampunilah hidup kami dan perbuatan kami, kehadiran kami dan kealpaan kami, muda kami dan tua kami, laki-laki kami dan perempuan kami. Yaa Allah, siapa saja dari kita menjaga hidup, menjaganya hidup pada Islam dan siapa saja dari kami Kamu matikan, karenanya untuk mati dalam iman, Yaa Allah janganlah mencabut balasan kami dan tidak tunduk kepada fitnah setelah kematiannya.”

Jika ada kemungkinan menjadi kafir, tidakkah Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kita untuk memohon kepada Allah untuk menjadikan hidup kita dengan Islam dan mati dalam keadaan beriman. Mari kita sekarang, dengan izin Allah SWT mempelajari sebagian karekteristik Munafik (agar kita terhindar darinya, Insya Allah) :
Karakteristik Munafik


1. Mereka mengklaim Beriman

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS Al Munafiqun, 63:1)

Allah menjelaskan orang munafik sebagai orang yang mengklaim bahwa mereka beriman, namun mereka realitasnya Kafir. Dia SWT menyebut mereka pembohong dan Kafir disamping fakta bahwa mereka dengan tegas mengklaim dengan lidah mereka bahwa mereka Muslim dan mengucapkan ‘Laa ilaaha illa Allah’. Ini adalah sebuah titik yang menakutkan bagi semua Muslim sebagaimana kita semua mengklaim menjadi beriman, namun bagaimana kita mengetahui bahwa kita tidak murtad? Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu…” (QS An Nisa, 4: 60)

Selanjutnya kita semua seharusnya berhati-hati ketika mengklaim sebagai Muslim tidak menjamin kita untuk menjadi orang-orang penghuni jannah (surga), dan tidak selamat dari kemunafikan. Tanpa memenuhi perintah Allah, menjauhi Thaghut dan meminta Allah untuk menjaga kita tetap beriman, kita mungkin tidak sengaja jatuh ke dalam perangkap kemunafikan, syirik dan kufur.

Namun, ada dua tipe nifaq, nifaq akbar (nifaq besar) dan nifaq asghar (nifaq kecil). Seseorang dengan nifaq akbar benar-benar kafir walau berpura-pura menjadi Muslim. Selanjutnya dia tidak berfikir untuk dirinya bahwa dia adalah seorang beriman, tetapi dia hanya mengklaim menjadi Muslim dengan tujuan untuk kemulian hidupnya. Nifaq asghar bisa ditemukan dalam diri seorang Muslim, yang melakukan keimanan dia adalah seorang Muslim dan juga mengklaim begitu. Dengan demikian ada dua tingkatan kemunafikan, yakni seseorang itu kafir namun berpura-pura menjadi Muslim (nifaq akbar), dan jenis lainnya adalah dia seorang Muslim yang nyata-nyata melakukan perbuatan kemunafikan.


2. Mereka tidak mempunyai Talazum

At Talazum berarti kesatuan antara iman dan perbuatan, yaitu mengatakan dan melaksanakan apa yang kita imani. Setiap Muslim dan kafir mempunyai Talazum; seorang Muslim beriman kepada Allah dan memanifestasikan hal ini dalam perbuatannya (seperti shalat) dan perkataan (bertasbih). Sebagaimana, setiap Kafir membenci Allah dan dien-Nya dan selanjutnya kita melihat mereka secara lisan mendeklarasikan perang melawan Islam dan kepada kaum Muslimin (melalui perkataan), dan melakukan keyakinan ini dengan membunuhi wanita, anak-anak dan orang tua Muslim yang tidak bersalah.

Sementara itu, orang munafik tidak mempunyai Talazum , artinya apa yang dia sembunyikan dan ditampakkan tidaklah sama dan menjadikam mereka orang yang paling rumit dari semua orang. Ini karena mereka mengatakan apa yang mereka tidak imani dan tidak melaksanakan Islam secara utuh. Allah SWT berfirman:

“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS Al Baqarah, 2: 8)


3. Mereka menipu Allah dan Muslim

Allah SWT berfirman dalam Qur’an:

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS Al Baqarah, 2;9)

Dan

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An Nisa, 4: 142)

Orang Munafik menipu diri mereka dengan mengklaim sebagai orang beriman, padahal, faktanya mereka adalah Kafir. Mereka mencari kemulian dalam kehidupan mereka dengan mengucapkan Syahadat padahal faktanya mereka tidak mempunyai kemuliaan bagi hidup ini karena mereka bukanlah Muslim. Allah SWT telah membuat dua camp (golongan/kelompok) ; camp Islam dan camp Kufur, namun orang-orang munafik ini menginginkan mereka bisa berada pada kedua camp tersebut pada saat yang bersamaan. Mereka ingin manfaat dari hak-hak Islam dan iman seperti warisan, kehormatan, kemuliaan, persaudaraan, rasa hormat, perayaan ied, pahala dan sebagainya, tetapi juga ingin mengikuti doktrin dan jalan hidup orang kafir.


4. Mereka mempunyai penyakit dalam hati mereka

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dalam hati mereka ada penyakit (keraguan dan kemunafikan), lalu ditambah Allah penyakitnya.” (QS Al Baqarah, 2: 10)

Dalam tafsir Ibnu Katsir, dia menjelaskan bahwa istilah ‘penyakit’ dalam ayat ini berarti ‘keraguan’. Selanjutnya, kita selalu melihat mereka yang mempunyai tanda-tanda munafik, sering ragu terhadap ulama, Allah SWT dan Mujahidin dan sebagainya. Keraguan mereka terdapat dalam banyak aspek dien, seperti hidup setelah mati, surga dan hari pengadilan; selanjutnya mereka melangkah terlalu jauh dengan meninggalkan ikatan Islam.


5. Mereka pembohong, pengingkar janji dan tidak bisa dipercaya

Melanjutkan ayat di atas, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS Al Baqarah, 2: 10)

Dan

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS Al Muafiqun, 63:1)

Karakteristik paling umum dari orang Munafik adalah bahwa mereka pembohong, selalu mengingkari janji dan tidak bisa dipercaya dimana saja kita mempercayai mereka dengan sesuatu. RasuluLlah SAW juga bersabda dalam hadits yang telah umum:

“Tanda-tanda munafik ada tiga, ketika dia berbicara dia berbohong, ketika dia berjanji mengingkarinya dan ketika dia dipercaya dia khianat.” (Shahih Al Bukhari, Kitabul Iman Bab 24: tanda-tanda Munafik No 33)


6. Mereka menjadi kasar ketika berdebat

Berkaitan dalam bimbingan dan pengetahuan, orang-orang munafik dikenal menjadi orang yang sangat argumentatif dan membantah ketika dia terlibat diskusi atau debat. Ketika mereka tidak bisa memberikan jawaban untuk masalah tertentu atau menghadirkan kasus mereka dengan baik mereka menjadi kasar (menggunakan kata-kata kotor, menggunakan sumpah dan sebagainya) dan menjengkelkan. Rasulullah SAW berkata dalam sebuah riwayat yang berbeda atas hadits yang sama:

“…Dan ketika dia berdebat dia menjadi kasar” (Al Bukhari No 34)


7. Mereka mengkhianati perjanjian dan kontrak

Seorang Muslim tidak pernah membatalkan perjanjiannya karena hal itu adalah dosa besar dalam Islam dan dosa lainnya adalah munafik. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits diatas, tetapi dalam riwayat yang berbeda:

“… dan ketika dia mempunyai perjanjian dia mengkhianatinya.” (Al Bukhari No 34)

Lebih lanjut Rasulullah SAW telah menginformasikan kepada kita kehinaan itu adalah ketika seseorang yang dengan sengaja melanggar perjanjiannya:

‘Bagi setiap pengkhianat dia akan mempunyai sebuah panji pada hari kiamat, memproklamirkan ini adalah begini dan begini yang telah mengkhianati perjanjiannya.’ (Riyadus Salihin No 1585)


8. Mereka penyebab fitnah dan keburukan, namun mengklaim pembuat kedamaian

Orang-orang munafik selalu berkomentar dan memperhatikan kesalahan orang lain, dan tidak pernah berfikir tentang kesalahan dan dosa mereka sendiri. Mereka selalu membuat fitnah dan kerusakan, tetapi menunjuk jari mereka kepada orang lain selain mereka. Allah SWT berfirman:

“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS Al Baqarah, 2: 11-12)

Dalam ayat ini Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang munafik adalah penyebab fitnah (kerusakan), namun mengklaim telah melakukan perbaikan. Yang lebih mengejutkan lagi mengetahui bahwa mereka benar-benar para pengacau. Mereka dengan yakin percaya bahwa mereka baik, melaksanakan perdamaian di muka bumi, tetapi Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa mereka benar-benar murtad.


9. Mereka berhukum kepada thaghut

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An Nisa, 4: 60)

Dalam ayat ini Allah SWT memperingati kita beberapa poin yang telah disebutkan di atas, seperti bahwa mereka mengklaim telah beriman kepada apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Tetapi Dia juga menginformasikan kepada kita tentang karakteristik lain dari orang munafik, yakni berhukum kepada Thaghut.

Berhukum kepada selian Allah adalah syirik akbar, namun, orang-orang munafik ini dijelaskan bahwa mereka orang yang tidak hanya secara rutin berhukum kepada selain Allah, tetapi juga mencari dan mempunyai keinginan untuk merujuk kepada selain Allah untuk menyelesaikan perselisihan. Mereka adalah orang-orang yang terus membenarkan kemurtadannya dan dalam kasus yang lebih buruk mereka mungkin mengutip ayat di luar konteks dengan tujuan untuk membenarkan kerusakan mereka.


10. Mereka memuaskan telinga seseorang, mempunyai hafalan Al-Qur’an dan argumentasi yang masuk akal.

Salah satu dari kemampuan terbesar dan berpengaruh adalah bahwa mereka bisa menyesatkan dan menjatuhkan orang-orang dengan argumen ‘mengagumkan’ mereka atau membacakan ayat-ayat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS Al Munafiqun, 63: 4)

Lebih lanjut Rasulullah SAW bersabda:

“Akan ada sebagian orang diantara kalian yang shalatnya mengalahkan shalatmu, dan yang puasanya mengalahkan puasamu, dan ibadahnya mengalahkan ibadahmu. Mereka akan membaca Al-Qur’an tetapi tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka akan meninggalkan Islam seperti anak panah dari busurnya…’ (Al Bukhari, Kitab Fadilah Al-Qur’an Bab 3g Hadits no 5058)


11. Mereka takut dari Al-Qur’an yang ditujukan kepada mereka, dan tidak melihat kesalahan mereka sendiri

Adalah Sunnah Rasulullah SAW dan Shahabatnya untuk membaca Al-Qur’an dimana kita bisa mengaplikasikanya untuk diri kita, dan seolah-olah Allah berbicara kepada kita secara langsung. Namun orang-orang Munafik tidak suka untuk mengakui kesalahan mereka dan membaca Al-Qur’am sebagaimana Allah menujukan kepada mereka. Lebih lanjut Allah SWT berfirman:

“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka....” (QS At Taubah, 6: 64)

Selanjutnya, dimana saja kita mempelajari dien kita seharusnya selalu mengaplikasikannya untuk diri kita, memperhatikan untuk mengoreksi kesalahan kita sebelum mengoreksi kesalahan orang lain.


12. Menghina orang-orang Beriman dan Islam

Allah SWT berfirman dalam kelanjutan ayat di atas :

“…Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.” (QS At Taubah, 9: 64)

Ayat ini diturunkan pada saat perang Tabuk tentang orang-orang Munafik yang terus mengejek orang-orang beriman, berkata bahwa hafalan Al-Qur’an mereka hanya memberikan perut besar. Sindiran dan ejekan seperti ini sangat umum terlihat hari ini dari orang-orang moderat yang menjual kaum Muslimin dam yang mengejek Mujahidin dan aktifis Muslim yang bekerja untuk melihat bendera Islam tegak di seluruh penjuru dunia.

Sangat umum mendengar orang-orang munafik berkata ‘lihatlah orang-orang ini, mereka percaya berjuang untuk Khilafah atau mendukung Jihad atau ‘bagaimana mungkin orang-orang yang tidak berpendidikan yang mengakui manfaat dari pemerintah bisa menegakkan negara Islam?’ dan sebagainya. Ini hanyalah sebagian contoh dari pernyataan mereka yang mempunyai penyakit di dalam hati mereka. Allah SWT menginformasikan kepada kita tentang alasan mereka menggunakan hal tersebut untuk membenarkan kemurtadan mereka:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS At Taubah, 9: 65-66)

Allah SWT juga berfirman :

“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS Muhammad, 47: 16)


13. Mereka tidak pernah pergi berjihad, berpartisipasi dalam semua perjuangan (jihad) dan tidak juga berhijrah

Pada saat perang Uhud orang-orang Munafik lari dari medan pertempuran dan kembali ke Madinah. Sebagian orang-orang beriman menjadi bingung berkaitan dengan bagaimana mereka seharusnya berhadapan dengan orang-orang munafiqun. Shahabat Rasulullah SAW percaya bahwa mereka seharusnya dibunuh dimana saja mereka terlihat, disamping yang lain membantah sebaliknya mereka (munafiqun) adalah Muslim dan mengucapkan syahadat. Dengan maksud untuk menyelesaikan dan mengklarifikasi perselisihan ini, Allah SWT menurunkan ayat di bawah ini:

“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.” (QS An Nisa, 4: 88)

Lebih lanjut, sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW dengan jelas menyoroti orang yang tidak mempunyai niat berjihad:

“Siapa saja yang mati tanpa berjihad di jalan Allah, tidak juga mempunyai niat untuk melakukannya, akan mati dalam satu cabang nifaq.” (Muslim dan Riyaad Us Saalihin Bab 234, Hadits bo 1341)

Berkaitan dengan Hijrah orang-orang Munafik tidak ingin meninggalkan ‘negeri kesayangan’ mereka dan takut berjihad di jalan Allah. Allah SWT telah menurunkan:

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS An Nisa, 4: 97-99)

Penting untuk selalu diingat poin krusial ini bahwa munafiqun membenci Jihad, Mujahidin dan berhijrah di jalan Allah. Jika kita mempunyai perasaan ini maka ketauhilah bahwa kita mempunyai salah satu karakteristik Munafikin dan mintalah kepada Allah agar menjaga kita dari nifaq.


14. Mereka mempunyai Muwalat (sekutu) dengan Kuffar dan hidup diantara Musyrikin

Salah satu tanda seseorang yang terlibat syirik adalah hidup diantara Kuffar dan Musyrikin tanpa membedakan diri mereka. Bukti yang sama telah disebutkan di atas bisa digunakan untuk membenarkan poin ini, sebagaimana sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:

“Aku berlepas diri dari Muslim yang hidup diantara Musyrikin,... dan tidak membedakan diri dari mereka (kuffar).’ (Sunan Abu Daud, Kitabul Jihad Bab 105, hadits no 2645)

Hadits ini dengan jelas menunjukkan kepada kita betapa bahayanya hidup diantara kuffar, bersatu dengan mereka dan tidak membedakan diri dari mereka. Itu juga menyoroti kewajiban dan perlu bagi Muslim untuk hidup bersama sebagai sebuah komunitas dan menerapkan Syari’ah; atau Rasulullah SAW akan menjauhkan dirinya dari kita pada hari pengadilan, disaat kita akan begitu membutuhkan syafa’atnya.


15. Mereka membuat sejumlah alasan untuk tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya

Orang-orang Munafik selalu banyak alasan untuk tidak mengerjakan kewajiban dan tugas mereka, sebagaimana disebutkan juga dalam ayat sebelumnya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At Taubah, 9: 94)

Lebih lanjut, pada saat perang Tabuk dahulu mereka banyak alasan untuk lari dari Jihad. Salah satu dari alasan mereka adalah cuaca yang amat panas dimana Allah SWT telah tentukan di saat bulan-bulan musim panas:

“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.” (QS At Taubah, 9: 81)

Sungguh Allah berkata benar, panas neraka tidak dapat dibandingkan dengan panas dunia. Rasulullah SAW bersabda:

“Api yang anak Adam nyalakan adalah satu bagian dari 70 bagian dari api neraka.” (Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat di atas 9:81)


16. Mereka membenarkan keharaman, kekufuran dan kesyirikan mereka

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (QS Al Imran, 3: 167)

Telah diketahui bahwa orang-orang Munafik selalu membenarkan kemurtadan mereka. Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang-orang menjadi kafir atau murtad dengan alasan menjadi lebih dekat kepada Allah! Allah SWT berfirman:

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az Zumar, 39: 3)

Selanjutnya bukanlah hal yang mengejutkan melihat orang-orang Munafik membenarkan kekufuran dan kesyirikan mereka melakukan voting untuk hukum buatan manusia, terjun ke parlemen untuk melegalisasi hukum, bergabung dengan tentara, polisi dan sebagainya. Orang-orang munafik dan musyrikin tidak pernah mengatakan ‘aku telah melakukan syirik dan kufur atau sebagainya...’ tetapi mereka menggunakan apa yang disebut dengan alasan dan pembenaran ‘Islami’.


17. Mereka melakukan kufur I’raad – berpaling kepada Allah SWT

Allah SWT berfirman:

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An Nisaa’, 4: 61)

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS As Sajadah, 32: 22)

Orang-orang Munafik selalu berpaling dari Ahkam (hukum syar’i) dan Ulama. Ketika kita memberi mereka hukum yang tidak sesuai dengan mereka, maka mereka akan berkata ‘Aku tidak mengikuti opini itu’, bahkan tidak ada opini lain tentang isu tersebut. Ketika kita sampaikan kepada mereka ayat mereka akan berkata ‘itu adalah penafsiran kamu terhadap Al-Qur’an dan sebagainya.


18. Mereka menyerukan kemungkaran dan mencegah kebaikan

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS At Taubah, 9: 67)

Mereka akan mencoba untuk menghalangi usaha kita untuk melakukan dakwah berdasarkan metode Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, menyerukan jihad, berjuang untuk dien Allah atau bahkan menciptakan kesadaran tentang Islam di luar Masjid dan sebagainya. Lebih lanjut mereka malah mencegah Ma’ruf dan menyerukan segala bentuk kemunkaran, seperti voting untuk hukum buatan manusia, bergabung dengan polisi dan sebagainya.


19. Mereka memamerkan perbuatan baiknya

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An Nisaa’, 4: 142)

Orang-orang Munafik memamerkan bahasa Arabnya, tajwid, adzan, ilmu dan sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang selalu memamerkan perbuatan baiknya dengan tujuan agar mendapatkan pujian dan agar orang-orang mendengarkan mereka. Ar Riyaa adalah sebuah dosa besar dan perbuatan syirik, karena semua perbuatan baik kita seharusnya dilakukan murni hanya untuk mencari ridha Allah SWT dan bukan pujian dari orang-orang.

Rasulullah SAW bersabda:

“Perkara yang aku takutkan dari kalian adalah syirik asghar. Shahabat bertanya: ‘Apakah syirik asghar itu?’ Rasulullah SAW menjawab: riya.’ (Musnad Imam Ahmad, jilid 5; Al Arsaar, Hadits : Muhammad bin Labid RA)


20. Mereka menginginkan kita menjadi Kafir seperti mereka dan mengikuti jalannya

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.” (QS An Nisaa’, 4: 89)

Orang-orang Munafik sangat jahat karena mereka ingin agar kita menjadi kafir seperti mereka dan mengikuti kerusakan dan kejahatan mereka. Mereka ingin agar kita meninggalkan golongan yang selamat dan bergabung dengan partai syaitan mereka.


21. Mereka menginginkan kita untuk takut kepada Kuffar

Allah SWT berfirman:

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (QS Ali Imran, 3: 173)

Orang-orang munafik akan selalu mempunyai mental kalah dan akan mencoba untuk menimbulkan ketakutan ke dalam hati orang-orang beriman terhadap Kuffar. Seseorang tidak bisa menjadi Muslim jika mereka mengatakan ‘apa yang bisa kita lakukan, jumlah mereka terlalu banyak dan kita tidak mempunyai senjata yang cukup dan sebagainya.’

Lebih lanjut Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS Ali Imran, 3: 175)


22. Mereka malas melaksanakan Shalat

Sebagaimana telah disebutkan pada poin no 19, Allah menginformasikan kepada kita ayat (QS 4: 142) bahwa orang-orang Munafik berdiri dengan kemalasan pada shalat mereka. Bukti lain untuk ini bisa ditemukan dalam surah Al Ma’un:

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS Al Maa’un, 107: 4-7)

Nabi Allah SAW juga menjelaskan orang-orang Munafik adalah orang yang sulit ditemui pada shalat isya dan fajar (subuh).


23. Mereka menunjukkan Islam, tetapi mengutuk dan menghina ketika setiap kali mereka berhadapan dengan semua bentuk kesulitan dan bencana

Allah SWT berfirman:

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS Al Hajj, 22: 11)

Orang-orang Munafik selalu senang dengan kita ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik dan mudah, profesional, teratur dengan baik dan terstruktur, tetapi ketika mereka diuji oleh Allah SWT mereka benar-benar meninggalkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dien dan kewajiban mereka.
Kesimpulan

Tujan dari mempelajari masalah ini untuk menyadari tanda-tanda Munafikin, agar kita tidak melakukannya. Kita seharusnya memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari nifaq, kufur, syirik dan bid’ah dan agar kita mati dalam keadaan iman dan Tauhid. Kita seharusnya juga selalu menyadari celah dan berbagai kemungkinan menjadi Kafir, dan untuk mencegah hal ini adalah dengan memenuhi semua perintah Allah dan juga kewajiban kita. Semoga, Insya Allah!


written by Sais Musallim
www.musallim.blogspot.com
 

Site Info

Followers

Tidak Ada Dien Yang Diridhai Allah Selain Islam Copyright © 2010 HN-newby L-F is Designed by ri-cka
In Collaboration with smooTBuuz