Minggu, 31 Mei 2009

Apakah Benar Engkau Seorang Pejuang?

Benarkah engkau seorang pejuang? Mengaku diri sebagai pejuang, sebagai jundullah, sebagai aktivis, namun akhlak maupun tsaqafahnya tidak mencerminkan hal itu. Mengaku diri sebagai mujahid, namun niat ternoda oleh selain-Nya. Inilah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sindir di dalam Al Qur’an :


“Apakah kamu mengira kamu akan dibiarkan saja mengatakan ‘kami beriman’ sedang mereka tidak di uji lagi?” (QS. Al Ankaabut: 2-3)

Sang Pejuang Sejati

Masing-masing kita sebaiknya mengevaluasi diri, apakah kita memang sudah benar-benar menjadi pejuang di jalan-Nya atau jangan-jangan, baru sebatas khayalan dan angan-angan kosong belaka. Inginkan syurga, tetapi tidak siap menggadaikan diri, harta dan jiwa.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. 3:142).

Ya,,, kita mengira akan masuk surga dengan pegorbanan yang sedikit, seakan ingin menyamakan diri dengan hukum ekonomi kapitalis, “Mendapatkan output yang sebesar-besarnya, semaksimal mungkin, dengan input yang seminimal mungkin.”

Aduhai,, sesungguhnya hari akhir itu adalah perkara yang besar. Dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi itu, sangat mahal harganya. Rasulullah SAW bersabda :

“Generasi awal sukses karena zuhud dan teguhnya keyakinan, sedang ummat terakhir hancur karena kikir dan banyak berangan muluk kepada Allah.”

Saat nasyid-nasyid perjuangan dilantunkan, gemuruh di dalam dada menjadi berkobar-kobar untuk berjuang. Tetapi sayang, ternyata hanya tersimpan di dalam dada dan semangat itu ikut surut seiring dengan berakhirnya lantunan nasyid. Tidak keluar dalam amaliyah yang nyata.

Demi Allah, keimanan bukanlah dilihat dari yang paling keras teriakan takbirnya, bukan pula dari yang paling deras air matanya kala muhasabah, dan bukan pula dari yang paling ekspresif menunjukkan kemarahan kala melihat Israel menyerang Palestina. Bukan pula dari yang paling banyak simbol-simbol keagamaannya. Karena itu semua hanya sesaat.

Sesungguhnya keistiqomahan dalam berjuang, itulah indikasi keimanan sang pejuang yang sebenarnya. Pejuang yang sabar menapaki hari-hari dengan mengibarkan panji Illahi Rabbi. Yang selalu bermujahadah mengamalkan Al Qur’an. Teguh pendirian. Tak kenal henti. Hingga terminal akhir, syurga.

Pengorbanan

Apakah dengan memakai sedikit waktu untuk berda’wah, sudah menganggap diri telah melakukan totalitas perjuangan? Padahal para nabi tidaklah menjadikan da’wah ini hanya sekedarnya saja, tetapi sebagaimana dicantumkan dalam Surat Nuh ayat 5 :

“….Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam.”

Pun dalam surat Al Muzzamil,
“Hai orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan, dan Rabbmu agungkanlah.”

Sejak ayat itu turun, sang nabi akhir zaman selalu siaga dalam kehidupan. Bahkan, hingga menjelang ajalnya, Rasulullah tengah menyiapkan peperangan untuk menegakkan Al Haq.

Sang pejuang, tetapi makanannya adalah sebaik-baik makanan, dan pakaiannya adalah sebaik-baik pakaian. Dan dengan tanpa rasa berdosa, asyik menonton sinetron-sinetron cinta dan acara gosip, mendengar lagu-lagu cinta, berghibah, perut kenyang, banyak tidur, dan mengabaikan waktu, lalu berharap mendapatkan syurga? Sangatlah jauh, bagaikan pungguk merindukan rembulan.

Alangkah berbedanya dengan yang dicontohkan Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Mush’ab bin Umair dan para sahabat yang lainnya. Yang setelah mendapatkan hidayah, mereka justru menjauhi kemewahan hidup. Mereka mampu secara ekonomi, tetapi mereka tidak rela menikmati dunia yang melalaikan.

Seorang pejuang harus memahami jalan mendaki yang akan dilaluinya. Sang Nabi tak pernah tertawa keras apatah lagi terbahak-bahak. Dan hal itu dikarenakan keimanan yang tinggi akan adanya hari akhir, akan adanya syurga dan neraka. Ada amanah da’wah yang besar di pundaknya, lantas bagaimana mungkin seorang pejuang akan banyak bercanda? Imam Hasan Al Banna memasukkan “keseriusan” atau tidak banyak bergurau sebagai bahagian dari 10 wasiatnya. Dan dikisahkan pula bahwa Sholahuddin Al Ayyubi tak pernah tertawa karena Palestina belum terbebaskan.

Keringnya suasana ruhiyah di lingkungan kita, bisa jadi karena di antara kita -saat di luar halaqah- jarang saling bertaushiyah tentang hari akhir. Bahkan sungguh aneh, dapat tertawa dan tidak menyimak ketika Al Qur’an dibacakan di dalam pembukaan ta’lim. Atau saat kaset murottal diputar, mengobrol tak mengindahkan. Yang mengindikasikan bahwa Al Qur’an itu baru sampai di tenggorokan saja.

“Akan tiba suatu masa dalam ummat ketika orang membaca Al Qur’an, namun hanya sebatas tenggorokannya saja (tidak masuk ke dalam hatinya).” (HR. Muslim).

Dimanakah air mata keimanan? Ya Rabbi., ampunilah kelemahan kami dalam menggusung panji-Mu.

Kederisasi generasi sebaiknya tidak melulu tentang pergerakan dan mengabaikan aspek keimanan. Keimanan harus senantiasa dihembuskan dimana saja karena ia adalah motor penggerak yang hakiki. Iman adalah akar.

20 Muwashofat Sang Pejuang

Setidaknya, ada 20 kriteria yang harus dimiliki pejuang, yang disarikan dari Al Qur’an dan hadits, yaitu :

1. Aqidahnya bersih (saliimul ‘aqiidah)
2. Akhlaknya solid (Matiinul khuluqi)
3. Ibadahnya benar (Shohiihul I’baadah)
4. Tubuhnya sehat dan kuat (Qowiyyul jismi)
5. Pikirannya intelek (Mutsaqqoful fikri)
6. Jiwanya bersungguh-sungguh (Mujaahadatun nafsi)
7. Mampu berusaha mencari nafkah (Qaadiirun ‘alal kasbi)
8. Efisien dalam memanfaatkan waktu (Hariisun ‘alal waqti)
9. Bermanfaat bagi orang lain (Naafi’un lighoirihi)
10. Selalu menghindari perkara yang samar-samar (Ba’iidun ‘anisy syubuhat)
11. Senantiasa menjaga dan memelihara lisan (Hifdzul lisaan)
12. Selalu istiqomah dalam kebenaran (istiqoomatun filhaqqi)
13. Senantiasa menundukkan pandangan dan memelihara kehormatan (Gaddhul bashor wahifdul hurumat)
14. Lemah lembut dan suka memaafkan (Latiifun wahubbul ‘afwi)
15. Benar, jujur dan tegas (Al Haq, Al-amanah-wasyja’ah)
16. Selalu yakin dalam tindakan (Mutayaqqinun fil’amal)
17. Rendah hati (Tawadhu’)
18. Berpikir positif dan membangun (Al-fikru wal-bina’)
19. Senantiasa siap menolong (Mutanaashirun lighoirihi)
20. Bersikap keras terhadap orang-orang kafir (Asysyidda’u ‘alal kuffar)

Penutup

Menjadi pejuang, hendaknya bukanlah angan-angan kita belaka. Menjadi pejuang, memiliki kriteria (muwashofat) yang harus di penuhi. Jangan sampai kita terkena hadits ini, “Akan datang suatu masa untuk ummatku ketika tidak lagi tersisa dari Al Qur’an kecuali mushafnya dan tidak tersisa Islam kecuali namanya dan mereka tetap saja menyebut diri mereka dengan nama ini meskipun mereka adalah orang yang terjauh darinya.” (Ibnu Babuya, Tsawab ul-A mal).

Pejuang di jalan-Nya hendaknya bukan dari kacamata kita, tetapi dari kacamata Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alangkah ruginya bila kita menganggap diri sebagai pejuang, padahal dalam pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita tak ada apa-apanya. Maka, bersama-sama kita memuhasabahi diri, agar cinta kita kepada-Nya bukan hanya angan semata, agar cinta kita tak bertepuk sebelah tangan. Karena pembuktian cinta haruslah mengikuti dengan keinginan yang dicinta. Jika tidak, maka patut dipertanyakan kebenaran cintanya itu. Cinta sejati, tidak hanya dimulut dan disimpan di dalam dada saja, tetapi harus dibuktikan, agar sang kekasih percaya bahwa kita mencintainya. Kita mencintai-Nya dan Dia pun mencintai kita.

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya..” (QS. Al Maidah : 54 - 56).


www.iqraku.blogspot.com

------------------

the shamefaced - diya

Kamis, 28 Mei 2009

KAMI MENUNGGU KEDATANGAN KALIAN UNTUK MEMPERJUANGKAN ISLAM


Sekarang ini, kami semua sedang menunggu-nunggu datangnya hari saat para aktivis islam, khususunya para pemuda, datang bersemangat memperjuangkan islam dan kaum muslimin. Kami menunggu-nunggu hari semacam hari Abu Bakar saat terjadi murtad massal, semacam hari Khalid saat perang Yarmuk, semacam hari Sa’ad saat perang Qadisiyah, semacam hari Qurthuz saat perang ‘Ain Jalut, semacam hari Muhammad al Fatih saat penaklukkan Konstantinopel, dan semacam hari Sulaiman al Halbi saat menghabisi Kleper.

Kami ingin [walaupun sesaat sebelum kami dijemput maut] mata kami dapat merasakan sejuknya menyaksikan khilafah islamiyah, menyaksikan panji-panjinya berkibar di Timur dan Barat, menyaksikan payungnya yang teduh memenuhi dunia dengan keadilan, kebenaran, cahaya dan petunjuk. Kami inginkan hari saat khilafah memandang awan lalu berkata, “wahai awan, pergilah ke timur atau ke barat, kamu pasti akan menjumpaiku di sana…!”

Kami tunggu saat kata-kata itu nyata adanya. Saat kekuasaan islam sampai ke timur dan barat, sampai ke seluruh pelosok negeri. Saat kekuasaan khilafah memenuhi setiap jengkal bumi ini dengan kebaikan, hidayah dan cahaya.

Kami benar-benar merindukan suatu hari saat Allah menaklukkan Roma bagi kaum muslimin, hal mana Rasulullah SAW telah mengabarkan bahwa kota ini akan ditaklukkan setelah ditaklukkan Konstantinopel..

Kami menunggu hari semisal hari-hari itu degan sangat cemas dan gelisah.
Sungguh kemenangan islam adalah harapan tertinggi yang menjadi cita-cita seseorang, supaya matanya menjadi sejuk di dunia karenanya.

Hari ini kita merasakan bahwa bukan istri shalihah yang dimaksud dengan kebaikan di dunia yang termuat di dalam firmaNYa,
ربنا ءاتنا في الدنيا حسنة و في الأخرة حسنة
“Wahai Robb kami, berikanlah kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. (Al Baqarah: 201)

Hanyasanya itu adalah kemenangan islam dan dien ini [sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama]. Sungguh, kebaikan yang tak tertandingi. Kebaikan yang menepis segala kelesuan, kegundahan, dan kesedihan, meski salah seorang dari kita mesti kehilangan keluarga, istri, anak, harta atau kedudukannya di jalan ini….

Kami benar-benar merindukan hari-hari semisal hari kala Allah memenangkan dien-NYa, memuliakan wali-wali-NYA, dan HIZB-NYA melebihi kerinduhan kami kepa istri-istri kami, anak-anak kami, bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, hal mana kami sudah tidak berjumpa dengan mereka selama bertahun-tahun…

Kami benar-benar rinduu…rinduuu…sekaliiii..
Kami benar-benar merindu sejuknya mata kami oleh hari semacam hari
‘Uqbah bin Nafi’, saat ia tegakdi atas pelana kudanya, menceburkan kudanya di tepian Samudra Atlantik seraya berkata, “Demi Allah, sekiranya aku tahu bahwa di seberang sana ada daratan, niscaya aku akan berperang di sana di jalan Allah….!!”
Allahu Akbaarrr!!!!....
Lalu ia menatap langit seraya berkata, “ Wahai Rabbku, jikalau bukan karena lautan ini, niscaya aku akan ke sebarang sebagai mujahid di jalan-Mu….”

Kami benar-benar menunggu hari ituuu….
Adakah kalian memenuhinya…..
Adakah kalian mengabulkannya……

DIEN INI HANYA AKAN DIPIKUL OLEH ORANG-ORANG YANG BERTEKAD BAJA

Ketahuilah bahwa dien ini hanya tegak di atas pundak orang-orang yang memiliki ‘azzam yang kuat. Ia tidak akan tegak di atas pundak orang-orang yang lemah dan suka berhura-hura, tidak akan pernah !!!

Dien yang agung Ini hanya akan tegak di pundak orang-orang yang agung pula. Tanggung jawab besar yang sempat ditolak oleh langit dan bumi, pasti hanya akan di pikul oleh ahlinya, RIJAAAAALLLLLLNYA.

Bagaimana mungkin Islam akan tegak tanpa ‘azzam seteguh ‘azzam Anas bin Nadhar yang pernah berkata;” Sekiranya Allah memberi kesempatan kepadaku untuk memerangi orang-orang musyrik, niscaya Dia akan melihat apa yang akan aku lakukan.”

Lalu ia mengikuti perang Uhud, berperang dan gugur disana. Pada tubunya didapati lebih dari 80 luka bekas anak panah, pedang dan tombak. Tubuhnya terkoyak tak terkenali lagi. Hanya saudarinya perempuannya yang mengenalinya, dari jari-jemarinya.

Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali jaya dan mulia tanpa ‘azzam sekokoh ‘azzam Abu Bakar ash Shidiq saat terjadi gerakan murtad massal. Saat itu, ia yang lanjut usia dan gampang menangis, dengan ketegaran batu karang mengatakan,” Demi Allah, aku akan memerangi siapapun yang memisahkan antara shalat dan zakat. Sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah sekiranya mereka tidak membayarkan satu iqal yang mereka bayarkan kepada RAsululllah niscaya aku akan benar-benar memerangi mereka karenanya.”

Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali mendapatkan kemuliaannya dan ‘izzahnya tanpa tekad baja seperti tekad Mus’ab bin umair. Tekad yang membuatnya meninggalkan kehidupan masa muda, masa hura-hura, menuju kehidupan yang keras,fakir dan bersahaja. Tekad yang telah menjadikan Mus’ab sebagai pintu masuk islamnya kebanyakan penduduk Madinah.

Bahkan anda akan merasakan bahwa Mush’ab adalah seorang pemilik tekad, sampai di saat kematiannya !!!!! ia yang memegang panji dalam perang Uhud, tangan kanannya terputus, sehingga ia memegangnya dengan tangan kirinya. Tangan kirinya pun terputus, maka ia mamagang panji dengan kedua lengannya. Dalam keadaanseperti itu, ibnu Qum’ah [yang terlaknat] meyabetkan pedangnya, dan mus’ab pun gugur, semoga Alllah merahmatinya…..

Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali mendapatkan kemuliaannya dan ‘izzahnya tanpa tekad baja seperti tekad Shalahuddin al Ayubi. Tekad yang telah memporak porandakan pasukan salib di Hittin dan mengembalikan ummat islam kepada aqidah yang benaar….setelah hamper saja tenggelam di kegelapan lautan Syi’ah dan kesesatan Bathiniyyah.
Seluruh hidupnya dia habiskan di bwah terpaan terik dan keringnya gurun pasir di musim panas serta dinginnya angina bertiup dan salju yang turun di musim dingin…ia bersama MUJAHIDIIN.

Betapa indahnya penuturan seorang sejarawan, Ibnu yidad tetangnya, “ Kecintaan dan rindu dendamnya terhadap jihad telah meluapi hati dan seluruh persendiannya. Semua pembicaraanya tentang jihad. Semua kajiannya tentang perlengkapan jihad. Semua perhatiannya tentang pasukan tempur. Semua kecenderunngannya terhadap orang –orang yang mengingatkan dan mendorong kepada jihad. Demi cintanya kepada jihad fi sabilillah, ia telah meninggalkan keluarga, anak-anaknya, kampungnya, tempat tinggalnya dan seluruh negerinya dan rela memilih hidup di bawah kemah yang bergoyang ke kanan dan ke kiri dihembus angina.”

Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali mendapatkan kemuliaannya dan ‘izzahnya tanpa tekad baja seperti tekad Umar bin adul aziz, yang lewat tangan Umar bin abdul aziz Allah membaharui kondisi umat dalam waktu dua setengah tahun saja !!!! sampai-sampai dikatakan seekor serigala pun berdamai dengan seekor kambing pada masanya.”

Sehubungan dengan urgensi tekad iniilah Rasulullah SAW memohon kepdaa Rabb-nya
اللهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ الثَباتَ فِي الأَمْرِ والعَزِيْمَةَ عَلَى الرُشْدِ
“ ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu keteguhan dalam melaksanakan perintah dan tekad yang utuh memberi petunjuk.”

Ini adalah pengajaran bagi kita, pendidikan bagi ummat islam pada umumnya, dan bagi para aktivis pada khususnya. Untuk itu, hendaknya kita banyak- bnyak memanjatkan doa yang agung ini disertai dengan memenuhi faktorfaktor pendukungnya.l

Himmah, semangat yang tinggi benar-benar menggelegak di dalam dada orang-orang yang memilikinya seperti air mendidih dalam kuali. Ia akan mendorong pemiliknya untuk terus- menerus bekerja, BERAMAL dari paGi hingga sore hari, sehingga terwujudlah penuturan Imam Syafi’i, “ BAGI RIJAAL, ISTIRAHAT ITU SAMA SAJA DENGAN KELALAIAN.”

Pemilik himmah yang tinggi akan menjadikan syair yang selalu di gemakan oleh Imam Syafi’I berikut ini sebagai motto hidupnya…..
أَنَا إِنْ عِشْتُ لَسْتُ أَعْدِمُ
قُوْتًا وَ إِذَا مِتُّ لَسْتُ أُحْرَمُ قَبْرًا
هِمَّتِيْ هِمَّةُ الْمُلُوْكِ وَ نَفْسِيْ
نَفْسُ حُرٍّ تَرَى الْمَذَلَّةَ كُفْرًا

Aku, jika aku masih hidup aku pasti akan bisa makan
Dan jika aku mati aku pasti kebagian kuburan
Semangatku adalah semangat para raja..
Jiwaku adalah jiwa merdeka….
Yang memandang kehinaan adalah kekufuran…

Btapa kita sangat membutuhkan himmah yang tinggi itu. Himmah yang tidak mengenal kata mustahil, yang tidak berhenti karena adanya aral melintang…apapun itu…

Apakah kita tidak malu kepada seorang Waraqah bin Naufal. Seorang yang telah lanjut usia…. lemah jasadnya….rapuh tulangnya…bunggkuk punggungnya.. dan memutih rambutnya…kepada Rasulullah ia ber’azzam, “ sungguh, jika aku nanti mendapati harimu, aku akan menolongmu dengan SEBENAR-BENARNYA….!!!”

from a friend..

Sabtu, 16 Mei 2009

Sedikit Tentang Ilmu Sejarah

"Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya."


"Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis orang, di semua peradaban dan di sepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu."




Sejarah, dalam bahasa Indonesia dapat berarti riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan.

Umumnya sejarah dikenal sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau. Sebagai cabang ilmu pengetahuan, mempelajari sejarah berarti mempelajari dan menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang perorang, keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi: pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Ilmu Sejarah juga disebut sebagai Ilmu Tarikh atau Ilmu Babad.

Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari Ilmu Budaya (Humaniora). Akan tetapi, di saat sekarang ini, Sejarah lebih sering dikategorikan sebagai Ilmu Sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis.

Ilmu Sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Sejarah dibagi ke dalam beberapa sub dan bagian khusus lainnya seperti kronologi, historiograf, genealogi, paleografi, dan kliometrik. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah disebut sejarawan.

Pertanyaannya adalah: mengapa manusia mempelajari sejarah? Untuk menjawab pertanyaan itu ada baiknya bila kita lihat buku-buku yang mengajarkan sejarah di SD, SMP dan SMU. Lihat sejarah di buku-buku itu ada kepentingan Republik Indonesia Serikat!

Sejarah sangat identik dengan identitas. Sepanjang sejarahnya manusia selalu mencari tahu tentang siapa dirinya? Karena sudah menjadi sifat dasar manusia untuk mempunyai identitas tentang siapa dirinya. Identitas itu penting karena berkaitan dengan alasan seorang manusia hidup di dunia ini. Secara umum manusia mencari identitas tentang dirinya pada sejarah.

Perhatikan peristiwa di sekitar seorang anak kecil. Seorang anak kecil ketika ditanya identitasnya, setelah diketahui namanya, si penanya biasanya kemudian menanyakan nama orang tuanya. Semakin dewasa seorang anak kecil, maka dia akan semakin berpikir tentang dirinya, dimulai dengan mengetahui asal-usul dia. Keturunan siapakah dia? Dari keluarga macam apakah dia berasal? Dan seterusnya. Ketika seorang manusia mengumpulkan data tentang dirinya, maka sebenarnya dia sedang mempelajari apa yang terjadi di masa lampau.

Percaya atau tidak, manusia sesungguhnya bergerak atau bertindak karena identitasnya. Seorang polisi tidak akan bertindak sebagai polisi bila ia tidak tahu dirinya adalah seorang polisi. Seorang polisi yang sedang mabuk berat, pasti tidak akan sempat mengingat kalau dirinya adalah penegak hukum, maka wajar kalau ia bisa bertindak seperti penjahat pada saat seperti itu.

Inilah yang kemudian disebut sebagai “kesadaran.”

Pentingnya kesadaran dan kesadaran sejarah

Kesadaran merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu hal yang unik dimana ia dapat menempatkan diri manusia sesuai dengan yang diyakininya.

Kesadaran profetik merupakan suatu kesadaran yang dimiliki oleh agama dalam rangka melakukan transformasi sosial pada satu tujuan tertentu berdasarkan etika tertentu pula. Sebagaimana kesadaran dalam Islam merupakan suatu bentuk kesadaran yang dimiliki manusia dari Tuhan untuk menentukan dan merubah sejarah, bukan manusia yang ditentukan oleh sejarah. Islam memandang kesadaran manusia merupakan kesadaran immaterial menentukan material, dengan maksud bahwa iman sebagai basis kesadaran menentukan lingkungan sekitar manusia. Kesadaran dalam Islam merupakan bersifat independen tidak dipengaruhi oleh struktur, basis sosial dan kondisi material. Yang menentukan kesadaran bukanlah individu, seperti dalam teori kesadaran kritis. Teori kesadaran Islam menjadikan individu bersikap aktif dalam menentukan jalannya sejarah. Kesadaran kritis yang ditentukan oleh individu dapat terjatuh dalam pahan eksistensialisme dan iondividualism. Sedangkan kesadaran profetis, bahwa yang menentukan bentuk kesadaran adalah Tuhan, dan ketentuan kesadaran ini untuk menebarkan asma atau nama Tuhan didunia sehingga rahmat diperoleh manusia, dan bentuk kesadaran ini merupakan kesadaran Ilahiah untuk merubah sejarah. Kesadaran yang dimiliki oleh Islam merupakan kesadaran Ilahiah dan menjadi ruh untuk melakukan transformasi.

Kesadaran merupakan konsep yang dimiliki oleh manusia dalam menghadapi realitas sosial yang terjadi di sekitarya. Kesadaran yang dilakukan oleh manusia merupakan gerak yang berkelanjutan dan kontinyu dalam rangka merespon realitas sosial. Kesadaran merupakan sesuatu yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain, dikarenakan dengan kesadaran yang dimiliki gerak yang dilakukan tanpa paksaan, tetapi berdasarkan kemaunan dan keinginannya. Konsep kesadaran yang dimiliki oleh Islam yaitu merupakan ketentuan dari Tuhan. Dari sini, bahwa kesadaran menentukan lingkungan, maka ia bersifat independen bukan didasarkan pada individu mapun lingkungan yang mengitarinya. Jika kesadaran ditentukan oleh individu maka yang terjadi proses individualism, eksistensialism, liberalism, dan capitalism. Kesadaran yang diinginkan oleh Islam merupakan pemberian dari Tuhan yakni iman yang dapat membuat atau menentukan struktur sosial, budaya dan kondisi material yang terjadi dalam masyarakat. Kesadaran yang ditentukan Tuhan ini menjadikan bentuk kesadaran yang timbul merupakan kesadaran Ilahiah dan bagaimana nilai-nilai Ilahiah ini agar tertanam dalam bumi agar tercipta khoirul ummah. Kesadaran Ilahiah ini yang membuat konsep kesadaran bagai ikatan, baik secara individu atapun kolektif. Secara otomatis konsep ini menghilangkan konsep kesadaran yang didasarkan pada individu dan juga bentuk kesadaran yang bercorak sekulerisme. Kesadaran ini bercorak intergralistik, dikarenakan manusia sebagai penerima bentuk kesadaran dari Tuhan dan dalam segala aktivitasnya akan diserahkan kembali kepada Tuhan.

Kesadaran Ilahiah merupakan konsep ikatan menghadapi realitas sosial yang terjadi, dengan kesadaran ini, maka cara pandang ikatan berangkat dari teks ke konteks, bukannya dari konteks ke teks.

Kesadaran sejarah merupakan tindak lanjut dari konsep kesadaran Ilahiah, yang dalam praksisnya melakukan aktivisme sejarah. Kesadaran sejarah ini, dapat juga dilihat dari ajaran agama Islam bahwa Islam merupakan agama amal. Oleh karena itu, dalam ajarannya Islam melarang konsep tentang selibat (tidak kawin), uzlah (mengasingkan diri) dan kerahiban. Bentuk-bentuk ajaran tersebut tidak diperkenankan dalam Islam dikarenakan tidak sesuai dengan fitrah yang telah dimiliki oleh manusia, untuk menentukan jalannya sejarah dan membuat sejarah yang lebih humanis. Kesadaran profetis dan diaktualisasikan dalam bentuk kesadaran sejarah ini merupakan upaya dalam mewujudkan khoirul ummah. Upaya perwujudan khoirul ummah yang telah diidealkan oleh ikatan dengan melakukan aktivisme sejarah dan kerja keras ikatan baik secara kolektif ataupun secara individual. Bentuk kesadaran sejarahpun dalam Islam dapat dilihat misalkan dalam doanya yang menginginkan kebahagian dalam dunia dan juga akherat. Kebahagian dalam Islam ini dalam dua dimensi dalam dunia dan dalam ukhrawi. Kebahagiaan dalam dunia diwujudkan dengan kesadaran sejarah upaya mewujudkan khoirul ummah sebagai jalan mendekarkan manusia dengan Pencipta. Kesadaran sejarah yang dimiliki oleh ikatan menjadikan suatu bentuk yang aktif ikatan, dan segala yang dilakukan oleh ikatan merupakan sarana ibadah kepada Tuhan dengan mewujudkan impian yang telah dimiliki oleh ikatan. Kesadaran ini menjadikan ikatan dan individu melakukan transformasi dan perubahan agar realitas menuju atau mengarah kepada yang diimpikan dalam rangka ibadah kepada Tuhan.

www.empirisonline.co.cc
 

Site Info

Followers

Tidak Ada Dien Yang Diridhai Allah Selain Islam Copyright © 2010 HN-newby L-F is Designed by ri-cka
In Collaboration with smooTBuuz