Jumat, 06 Februari 2009

Dicari: Muka Baru di Kursi Presiden

Pemilihan umum tinggal lima bulan lagi. Namun pemimpin dambaan ummat belum juga muncul. Kepada siapa ummat berharap?



Supangat benar-benar pusing. Awal pekan lalu anak sulungnya yang duduk di bangku kelas dua SLTP, meminta uang untuk membayar tunggakan SPP. Adiknya yang masih kelas V SD juga menagih janjinya. Seminggu lalu, lelaki itu berjanji akan melunasi uang ekstrakurikuler yang diminta anaknya. “Tinggal saya yang belum bayar, Pak. Saya malu,” kata sopir taksi itu menirukan ucapan anaknya, pekan lalu.

Tapi lelaki itu hanya bisa mengelus dada. Tak ada uang sepeser pun mampir di koceknya, kecuali sekadar untuk mengepulkan asap dapur. Sudah seminggu ini setorannya ke pool tak mencapai target. Selain kemacetan Jakarta makin tak pilih waktu, orang pun makin jarang naik taksi butut yang dikendarainya. “Kayaknya orang pada segen naik taksi saya kecuali kepepet,” ujarnya pelan.

Kesempitan hidup tak urung membuat Supangat apatis. Ia mengaku pusing memikirkan persoalan politik. Pemilu tinggal lima bulan, tapi ia merasa kenduri politik nasional itu tak punya greget. Meski para calon presiden mulai rajin tampil dalam kampanye di televisi, ia mengaku tak tertarik. “Buat saya, siapa saja presidennya terserah, yang penting aman, barang kebeli, beras murah, dan anak-anak bisa sekolah,” kata lelaki asal Tegal itu.

Harapan Supangat tampaknya perlu dicamkan para calon presiden yang bakal bertarung dalam pemilu nanti. Sebab, apatisme tak hanya melanda masyarakat kelas bawah. Para eksekutif yang berkantor di sepanjang jalan utama Ibukota pun terjangkit penyakit serupa. “Saya nggak punya gambaran tentang siapa presiden kita nanti,” kata Suryana, seorang manajer di sebuah perusahaan asing di kawasan Kuningan.

Bagi ummat Islam, urusan memilih presiden menjadi perkara yang sangat pelik. Sebab, hingga kini belum ada calon pemimpin yang sesuai dengan kriteria ummat Islam. “Saya lihat, belum ada calon presiden yang benar-benar mampu mengayomi aspirasi mayoritas ummat,” kata mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), KH Cholil Badawi, beberapa waktu lalu.

Kerinduan akan pemimpin ummat yang mampu mengayomi dan menjamin stabilitas politik dan ekonomi memang bukan basa-basi. Sayang, kandidat presiden yang diperkirakan bakal mampu memenuhi harapan mereka masih belum juga muncul. Beberapa kandidat yang muncul rata-rata muka-muka lama yang kartunya sudah banyak terbaca selama orde reformasi ini berjalan.



Bursa Muka Lama



Dibandingkan para kandidat lainnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jelas punya kans yang lebih besar. Selain didukung Partai Demokrat, posisinya sebagai calon incumbent jelas sangat strategis untuk berupaya kembali menduduki kursi empuk kepresidenan. Dukungan birokrat dan aparat, meski telah mengklaim diri netral, mau tak mau akan tetap terasa. Dalam berbagai poling, SBY pun masih tetap bertengger di urutan pertama.

Sebagai Presiden, SBY yang memang hobi tampil di depan publik tentu lebih banyak muncul di media ketimbang calon-calon lain. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, ia pun akan dianggap lebih banyak berbuat dari kandidat lain. Tapi, perlambatan ekonomi belakangan ini menurut berbagai pengamat politik dan ekonomi telah memurukkan citra SBY. “Masyarakat mulai merasa pesimis terhadap kondisi ekonomi nasional di bawah SBY-JK,” kata pengamat politik UI, Arbi Sanit.

Bagi umat Islam, SBY juga bukan pilihan yang menarik. Sebab, jenderal lulusan General Staff and College di Fort Leavenworth, Amerika Serikat ini sering tampil ragu. SBY pun sering terlihat lembek di hadapan Paman Sam. Berbagai kebijakannya juga dinilai tak berpihak kepada ummat, seperti keengganan dia membubarkan Ahmadiyah serta hobi kleniknya yang cukup gawat. Semua itu membuat nama SBY semakin jauh dari mata ummat.

Calon presiden yang paling siap menyaingi SBY adalah Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Mega kini rajin turun ke bawah sambil memoles performancenya. Tampaknya ia belajar dari kesalahan saat dikalahkan SBY, lima tahun lalu. Ia pun mulai rajin mendekati kantong-kantong ummat dan mendirikan Baitul Muslimin Indonesia (BMI) yang disetting sebagai sayap Islam Nasionalis PDIP.

Namun, manuver Mega di kalangan ummat Islam bukan tak mengundang kecurigaan. Sebab, selama ini PDIP justru sering menghempang aspirasi ummat Islam, seperti upaya PDIP menggagalkan pengesahan RUU Antipornografi dan Pornoaksi. Sebagian ummat Islam pun masih meragukan komitmen dan keabsahan Mega sebagai calon presiden. “Wanita tidak boleh menjadi kepala negara,” kata Ustadz Syamsuddin Ramadhan dari Hizbut Tahrir Indonesia.

Kandidat lain yang cukup potensial adalah Pemimpin Partai Gerindra Prabowo Subianto. Menjelang Pemilu 2009, intensitas iklan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani dan Nelayan (HKTI) itu di televisi, makin kencang. Kampanye Prabowo lewat iklan ini pun berdampak positif bagi popularitas bekas menantu mantan Presiden Soeharto itu. “Popularitas Prabowo kini mencapai 7,8 persen,” kata Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief.

Prabowo memang pernah dikenal sebagai “Kepala Suku” “TNI Hijau” yang dekat dengan Islam. Kedekatan dia dengan beberapa kelompok Islam pula yang ditengarai menjadi salah satu sebab putra begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo ini diganjal karier militernya. Ia “kalah perang” dengan mantan Panglima TNI Jenderal Wiranto yang dianggap representasi pemimpin TNI “Merah Putih”.

Namun kini, beberapa kelompok Islam mempertanyakan Prabowo. Sebab, partainya –Partai Gerindra— meski sebagian diawaki mantan aktifis Islam, namun juga merekrut banyak kader kiri dan non muslim sebagai pengurus dan calon legislatif. Prabowo pun seolah trauma dengan kelompok Islam sehingga ia memilih berada di tengah semua pihak. Keberpihakannya kepada umat Islam yang ingin menegakkan syariat pun masih menjadi tanda tanya.

Kandidat lain yang rajin beriklan di koran dan televisi adalah Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat, Jenderal Wiranto. Tema iklannya sering menyentil kebijakan pemerintahan Presiden SBY, terutama soal harga BBM, dan ajakan agar rakyat tidak memilih pemimpin yang sering mengingkari janji dan ucapannya sendiri. Gara-gara iklan itu, SBY terpaksa harus beberapa kali berkomentar.

Wiranto juga semakin rajin menggalang dukungan ke berbagai daerah, termasuk ke kantong-kantong ummat. Ia hanya meneruskan langkah yang disusunnya sejak masih menjadi Panglima TNI dan calon presiden Golkar dalam pemilu lalu. Ia pun cukup dekat dengan beberapa kelompok Islam, seperti Partai Keadilan sejahtera. Selain sebagian faksi PKS mendukung dia dalam pemilu presiden putaran pertama pada 2004, kedua anak dan menantunya pun aktif di PKS.

Namun, hubungan Wiranto dengan PKS kini tak lagi seindah dulu. Ada yang membuat Wiranto kurang sreg pada beberapa elit PKS yang dinilainya kurang amanah, terutama soal uang. “Untuk PKS saja habis banyak. Pak Wiranto bilang, sampai Rp 35 milyar,” kata mantan Anggota DPR Ahmad Sumargono dua pekan lalu. Kini, di saat partai-partai Islam ragu mendukung Wiranto, PKS pun seolah enggan berjalan seiring dengan Hanura.

Sri Sultan Hamengku Buwono X belakangan dijagokan sebagai calon kuda hitam. Popularitasnya terus meningkat setelah dua bulan lalu mendeklarasikan tekadnya untuk maju menjadi calon presiden. Menurut hasil poling Reform Institue, elektibilitas Sultan kini mencapai 10 persen. Semboyan “Apa Bisa Tahan...” yang dipakai Sultan sebagai simbol tekadnya untuk mengentaskan kesengsaraan rakyat dinilai sukses.

Namun hingga kini belum ada kejelasan sikap kelompok Islam untuk mendukung Sultan. Sebab, Gubernur DIY ini kurang dekat dengan ummat, sementara aroma klenik tercium keras ketika ia memastikan diri untuk mencalonkan diri sebagai presiden. “Katanya beliau mendapat dawuh,” kata pengamat budaya Jawa, MT Arifin. Yang lebih gawat, sumber SI memastikan bahwa di belakang Sultan ada Paman Sam. “Kuat dugaan, pendukung Sultan terutama Garin Nugroho, adalah agen Amerika,” kata sumber tadi.



Apa Kabar Tokoh Ummat?



Di kalangan organisasi Islam ada pula beberapa nama yang muncul. Dari PKS, ada 8 kandidat yang dielus-elus, meski hanya Ketua Umum MPR Hidayat Nurwahid yang punya kans. Dari PAN mantan Ketua MPR Amien Rais masih layak diharapkan, dari PPP ada Ketua Umum sekaligus Menteri Koperasi dan Pengusaha Kecil Suryadharma Ali, sementara dari PBB Ketua Dewan Syuro Yusril Ihza Mahendra. Meski kandas dalam verivikasi, PKB Ciganjur masih ingin mengusung KH Abdurrahman Wahid.

Meski sebagian konstituen telah mengharapkan Hidayat maju sebagai calon presiden, tapi tampaknya PKS justru masih menunggu angin baik. “Kita masih terus menggodog delapan calon itu,” kata Presiden PKS Tifatul Sembiring beberapa waktu lalu. PAN juga belum memastikan calonnya. Selain Amien, Ketua Umum PAN Sutrisno Bachir pun berambisi menjadi calon presiden. Sementara itu, Partai Matahari Bangsa konon berniat mendukung Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.

Partai Bulan Bintang memang telah mengelus-elus Yusril. Namun perolehan suara mereka di tahun 2004 yang tidak masuk electoral treshold memaksa mereka berpikir realistis. Demikian juga PPP jika berencana mengusung Suryadharma Ali. Sebab, beberapa pengamat politik menilai PPP telah menjadi partai orang tua, walaupun masih punya captif market. Pemilih PPP diduga akan semakin menurun. Mereka juga belum bisa mewakili mayoritas ummat Islam di Indonesia.

Di luar para tokoh-tokoh partai dan organisasi Islam itu sebenarnya masih ada beberapa tokoh umat yang cukuo dikenal masyarakat. Dari kalangan tokoh senior ada sesepuh pesantren Langitan, KH Abdullah Faqih, sesepuh Pesantren Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, tokoh ulama Betawi KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Ketua Umum MUI KH Sahal Mahfudz, Ketua MUI KH Ali Yafie, Ketua MUI KH Ma’ruf Amien dan sebagainya.

Sementara itu, dari kalangan tokoh Islam yang lebih muda lagi, ada Ketua Umum FPI Habib Riziq Shihab, Sekjen FUI Muhammad Al Khaththath, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto, ada pula Komandan Laskar Islam Munarman, pemimpin jamaah dzikir Ustadz Arifin Ilham, pemimpin pesantren Darut Tauhid Bandung Ustadz Abdullah Gymnastiar, dan sebagainya. Tapi tampaknya, ummat masih juga belum sepakat untuk memilih dan mendukung para tokoh itu sebagai pemimpin ummat.

Mantan Wakil Ketua DPA Cholil Badawi mengaku gundah dengan ketidakpastian soal pemimpin nasional mendatang. Apalagi dari tokoh yang memiliki keberpihakan kepada ummat. Menurut dia, hingga saat ini belum ada seorang pemimpin di negeri ini yang memiliki kualitas lengkap. Padahal, kepemimpinan bukan perkara sembarangan. “Sampai kapan kita masih harus terus menunggu,” ujarnya. (Abu Zahra/mj/www.suara-islam.com)

------------

muka baru/lama sama aja.. sepertinya bukan orangnya yg diganti, tp sistemnya.. :P
Share This
Subscribe Here

3 komentar:

Kumpay on 12 Februari 2009 pukul 08.55 mengatakan...

vote ane aja ukh jadi presiden barudak caur or Vote BA 4 Presidente



*BA alias Budi Anduk

Diya on 21 Februari 2009 pukul 20.07 mengatakan...

hmm..dsr org IT.. bisa2nya ngasih komen tanpa moderasi ane.

sapa tuh budi anduk? :D

Kata Islam on 28 Februari 2009 pukul 17.57 mengatakan...

Benar sekali ukhti, Mau pemimpin sekaliber ajenganpun akan sia2 belaka kalo systemnya masih pake yg lama yg jelas&tegas menyimpang dri kehendak sang robbul izzati...terus berkarya demi Falah Wa Fatah

 

Site Info

Followers

Tidak Ada Dien Yang Diridhai Allah Selain Islam Copyright © 2010 HN-newby L-F is Designed by ri-cka
In Collaboration with smooTBuuz