Terlebih jika ada beberapa orang pergi dan mendaftarkan dirinya untuk menjadi anggota dewan, atau memilih anggota dewan untuk menduduki jabatan di legislatif (DPR/MPR), ini jelas-jelas sebuah kemusyrikan dalam Islam. Sebuah perkara, pada kenyataannya dalam pandangan Islam wajib diketahui dan tidak terdapat perbedaan pendapat dalam soal tersebut. Bagaimana mungkin seorang muslim yang mengatakan bahwa bahwa tidak ada Pembuat Hukum selain Allah SWT yang diikuti kalimat “Laa ilaha illallah” dan kemudian dia memilih seseorang untuk mengesahkan pemerintahan dan hukum kufur ? Lebih baik jika tauhid setiap muslim dipergunakan untuk menjaga kesucian Allah SWT semata-mata, yaitu untuk mentaati, untuk beribadah, dan semata-mata mengikuti perintahnya.
Sebagaimana setiap muslim tahu, Allah SWT memiliki 99 nama (Asmaul Husna) kemudian ini akan membuat 99 jalan bagi seorang seseorang untuk menjadi kafir jika dia menyekutukan sesuatu atau seseorang dengan nama Allah SWT. Salah satu contoh, nama Allah SWT adalah “Al-Hakim” yang artinya Allah SWT adalah satu-satunya pembuat hukum. Dan jika anda menyetujui seseorang untuk melakukan apa yang menjadi sifat dan hak Allah SWT, maka anda akan menjadi musyrik.
Lebih jauh, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an :
“Barangsiapa berbuat kebaikan seberat atom (biji sawi), Allah SWT akan melihatnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan sebesar atom sekalipun, Allah akan melihatnya.” (QS, 99: 7-8)
Dalam tafsir Al-Qurthubi, tentang ayat di atas, kata “kebaikan” berdasar syariat. Dalam peryataannya tentang ayat tersebut, Abdullah Ibn Abbas r.a. berkata, jika kamu memilih itu tidak akan diterima sebagai amal baikmu, karena hal ini sama sekali bukan berdasarkan syariat. Hanya perbuatan-perbuatan yang berdasarkan syariat saja yang diterima Allah SWT dan sesungguhnya Rosulullah Muhammad SAW, teladan kita, tidak pernah memilih siapapun dalam parlemen Quraisy pada masa beliau, seperti memilih Abu Lahab atau Abu Jahal!
Insyaallah, jika seorang muslim membaca dan memahami ayat “Qul Huwallahu ahad”, maka Allah SWT akan memberi cahaya dengan sebuah pemahaman yang benar dalam hatinya, bahwa hanya Allah SWT sajalah yang menjadi pembuat hukum. Apa yang disebut syirik adalah beribadah kepada selain Al-Khaliq, mentaati atau mengikuti kepada selain-Nya. Hanya ada satu tujuan kita beribadah, mengikuti dan mentaati Allah SWT semata.
Menyekutukan sesuatu dengan Allah SWT dalam ke-Tuhanan-Nya atau fungsinya adalah syirik. Syirik juga didefinisikan sebagai “mengadakan aktivitas peribadatan kepada selain Allah SWT”. Salah satu aktivitas ibadah (selain sholat, shaum, dsb) adalah tahkim, yaitu memutuskan hukum/mengadili dalam sebuah perkara hanya dengan hukum Allah SWT semata. Jika kita bertahkim kepada thogut, yaitu menyerahkan perbuatan hukum atau memutuskan perkara dengan pengadilan atau hukum kufur adalah sebuah kemusyrikan.
Ibnu Taimiyah dalam “Majmu Al Fatawa” mendefinisikan tahkim (Al-Tahaakum) sebagai sebuah aktivitas ibadah dan berkata, jika seseorang memutuskan perkara dengan salain agama Allah SWT adalah musyrik! Jika seseorang berargumen bahwa dia tidak tahu bahwa memilih suatu kekufuran ataupun memilih orang muslim namun berideologi dan bercita-cita kufur (tidak ingin menegakan syariat Islam) adalah suatu hal yang serius, hendaknya dia mengambil pelajaran dari Abdullah bin Abbas r.a. yang berkata “Dan orang akan menjadi kafir karena ketidaktahuannya” . Sehingga hal ini dipandang sebagai syirik akbar yang tidak dapat diampuni. Naudzubilahi min dzalik!
Sebagai tambahan, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa syirik bukan hanya menyekutukan seseorang dengan Allah SWT, tapi juga bagi seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan yang hanya menjadi hak Allah SWT. Lebih jauh, bagi siapa saja yang mencoba membuat argumen palsu, alasan-alasan logis, dengan memelintir ayat-ayat ataupun memprediksi hal-hal yang sebenarnya masih ghoib (misalnya dengan mengatakan bahwa kalau kita tidak memilih pada saat ini, maka umat Islam akan dibantai, dimusnahkan dan sebagainya) agar umat memilih pada saat ini, maka kita harus mengingatkan mereka bahaw tidak satupun dari 4 Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal) yang mengatakan bahwa kita boleh memilih untuk kekufuran!!!
Banyak ayat yang menyangkal perbuatan ini (pemilu) dan menyatakan bahwa barangsiapa mengambil bagian dalam perbuatan pemilihan ini, maka mereka terkategorikan musyrik. Contohnya, :
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih.”
(QS. 42 : 21)
Untuk lebih membuat yakin orang-orang yang tetap melaksanakan pemilu dan menyerahkan serta memutuskan perkara dengan kehendak dan hawa nafsu mereka, maka perhatikan firman Allah SWT berikut ini :
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan rosul-Nya, jika kamu benar-benar beriman.” (QS 4 : 59)
Juga firman-Nya :
“Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya) dan tidak seseorang pun yang dapat menolak ketetapan-Nya.” (QS 13 : 41)
Bahkan jika hukum yang ada saat ini mencoba untuk setuju atau disesuaikan dengan hukum Islam, sebagai contoh jika besak presiden terpilih berkata : “Kita harus memotong tangan pencuri”. Karena itu tidak dibuat berdasar hokum Allah SWT. Peryataan tersebut tetap masih dianggap hukum kufur! Hal tersebut berdasarkan kaidah atau prinsip Islam : “Apapun yang setuju dengan Islam adalah kufur dan apapun yang tidak setuju dengan Islam juga kufur” (kecuali Islam itu sendiri)
Akhirnya, disimpulkan bahwa sistem pemerintahan yang berlaku saat ini adalah sistem toghut, tanpa keraguan sedikit pun. Dan Allah SWT berfirman :
“Barangsiapa yang ingkar terhadap thogut dan kemudian beriman kepada Allah SWT.” (QS 2 : 256)
Hal ini termasuk menyakini bahwa sistem yang ada sekarang adalah thogut, menjaga jarak dengannya, tidak bermanis muka, tidak menjilat, dan membenci thogut, menolaknya serta memiliki rasa benci terhadapnya. Setelah memahami hal ini bagaimana seorang muslim dapat memilih atau terpilih untuk kemudian duduk dengan tawaghit (sistem kufur) ?
Wahai kaum Muslimin, tanpa kita sadari kita telah terjerumus jauh mengikuti kaum Yahudi dan Nasrani ke lubang biawak, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sebagaimana dikatakan oleh Rosulullah SAW. Naudzubillahi min dzalik. Sadarlah wahai saudaraku, sadarlah wahai kaum Muslimin….!
Ya Allah…Saksikanlah, kami telah menyampaikannnya !
Prince of Jihad - www.arrahmah.com
--------------
Artikel udah agak lama sihh,, tp masih update koq sm Pemilu yg akan segera dihadapi..
Moga memberi sedikit informasi (dan bermanfaat) :)
1 komentar:
Janganlah kamu menilai seseorang karena seorang tokoh, kenali dulu kebenarannya niscaya engkau akan tahu siapa tokohnya -Ali Bin Abi Tholib-
Posting Komentar