Rabu, 25 Februari 2009

Indonesia Miliki Dua Proklamasi?

Indonesia Miliki Dua Proklamasi?
Oleh Prof. Usman Pelly, MA, Ph.D

WASPADA Online.
DR. Mohammad Noer, seorang Political Scientist, dari Universitas Nasional Jakarta, mantan aktivis PII Tanjung Pura, menyatakan dalam sebuah seminar nasional baru-baru ini di kota Padang (11 Agustus 2007), Indonesia sebenarnya memiliki dua buah proklamasi: Pertama Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dan yang kedua Proklamasi Berdirinya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada 17 Agustus 1950, yang diproklamirkan oleh orang yang sama, yaitu Soekarno dan Hatta.

Bedanya pada proklamasi pertama Soekarno-Hatta menyatakan dirinya atas nama bangsa Indonesia, sedang pada proklamasi kedua, ketika itu, Soekarno adalah Presiden RIS dan Hatta adalah Perdana Menteri RIS. Akan tetapi menurut Noer, perbedaan itu bukanlah sesuatu yang penting, ada yang lebih penting lagi yaitu perbedaan makna dan sejarah dari kedua proklamasi itu sendiri.

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang kita rayakan setiap tahunnya adalah pernyataan bahwa 'penjajahan kolonial terhadap bangsa Indonesia telah berakhir dan bangsa itu menyatakan kemerdekaannya,' sedang Proklamasi berdirinya NKRI 17 Agustus 1950 adalah pernyataan 'pembubaran 17 Negara-Negara Bahagian yang tergabung dalam RIS, termasuk Negara RI Yogayakarta (yang diproklamirkan 17 Agustus 1945) dan meleburkan diri ke dalam sebuah negara baru yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

'Proklamasi kedua (17 Agustus 1950) itu bukan menyatakan 'kembali kepada RI yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.' Karena, RI 1945 itu juga turut membubarkan diri bersama NST (Negara Sumatra Timur), Negara Pasundan dan NIT (Negara Indonesia Timur) dan kemudian meleburkan diri ke dalam NKRI. Ternyata dalam buku-buku Sejarah Nasional dari SD sampai ke Perguruan Tinggi, tidak ada yang menyebut atau mengutarakan peristiwa proklamasi kedua ini, sehingga banyak generasi muda kita yang tidak mengetahui kapan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) lahir.

Proklamasi kedua ini 'merupakan penyatuan kembali Republik Indonesia,' yang waktu itu pecah menjadi 17 Negara Bahagian. Pembentukan 17 Negara Bahagian ini, yang disponsori oleh pemerintah kolonial Belanda, merupakan negara-negara federasi dari RIS yang disebut juga sebagai BFO (Byzonder Federal Overleg). BFO ini adalah bentuk Negara RI yang merupakan landasan struktural dalam persetujuan KMB (Konferensi Meja Bundar), yaitu penyerahan Kedaulatan Kerajaan Belanda kepada RIS tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam, yang ditanda-tangani oleh Kepala Negara Kerajaan Belanda Ratu Juliana.

Republik Indonesia Serikat
Setelah Belanda berhasil menduduki Yogyakarta, ibu kota RI dalam pengungsian dan menawan Soekarno-Hatta, Van Mook Wakil Kerajaan Belanda di Indonesia, ketika itu berhasil membentuk Negara-Negara Bahagian (BFO), yang kemudian menjadi Republik Indonsia Serikat (RIS), sedang RI Proklamasi 1945 yang kemudian disebut sebagai RI Yogyakarta, dijadikan sebagai salah satu negara bahagian. Gagasan Van Mook ini merupakan politik 'devide et empera' (pecah dan kuasai), agar Belanda tetap dapat mengendalikan negara bekas jajahannya. Setelah KMB, RIS diterima sebagai suatu kenyataan, walaupun di daearah-daerah Negara Bahagian itu sendiri muncul berbagai kejolak politik (political anrest) yang menuntut untuk mengakhiri atau membubarkan RIS.

Pergolakan untuk membubarkan RIS dimulai oleh Dewan Perwakilan Rakyat Malang. Dalam rapatnya 4 Januari 1950, mereka memutuskan untuk melepaskan diri dari Negara Bagian Jawa Timur dan bergabung dengan Negara Bagian RI Yogyakarta. Di Ambon Ir. Soumokil memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) dan dia sendiri sebagai presidennya. Sementara itu di Sumatra Timur, Dewan Permusyawaratan Rakyatnya menuntut agar RIS dipertahankan (7-9 Mei 1950), tetapi sebaliknya Kongres Rakyat Sumatra Timur tgl 7 Juli 1950 menuntut pembubaran NST (Negara Sumatra Timur).

Pertentangan pendapat di Sumatra Timur ini merupakan dampak dari 'Revolusi Sosial Sumatera Timur 1946. 'Mereka yang duduk dalam badan Permusyawaratan Rakyat NST banyak yang menjadi korban revolusi sosial, sedang yang berperan dalam Kongres Rakyat dari kelompok-kelompok radikal. Tetapi Wali Negara NST, Dr. Tengku Mansjur dalam pidatonya tanggal 11 Mei 1950 menganjurkan untuk 'mempercayakan kepada pemerintah RIS {di Jakarta} untuk penyelesaian bentuk negara ini dengan harapan di kemudian otonomi daerah juga ditegakkan (Mohd. Said, 1973: 27; Deliar Noer 1986: 260). Pergolakan untuk membubarkan RIS terus bergelinding diberbagai daerah, karena dirasakan RIS bukanlah apa yang dicita-citakan oleh Proklamasi 17 Agustus 1945.

Munculnya gagasan NKRI 1950
Menanggapi gejolak permasalahan yang marak dalam tubuh RIS di atas, muncul dua pendapat dalam Komite Nasional Indonesia (BP. KNIP), pendapat pertama berasal dari tokoh PNI, Susanto Tritoprojo, yang menganjurkan agar negara-negara bahagian yang ada bergabung ke Republik Indonesia (Yogyakarta). Dengan demikian RI Yogyakarta akan menggantikan RIS dalam memerintah seluruh Indonesia. Pendapat ini sangat sulit diterima oleh beberapa negara bahagian seperti NIT dan NST, karena mereka melihat RI Yogyakarta sama-sama berkedudukan sebagai negara bahagian, sederajat dengan mereka.

Apabila dipaksakan akan menimbulkan konflik antar berbagai negara bahagian dengan RI Yogyakarta. Pendapat kedua muncul dari Mohd. Natsir, seorang tokoh Masyumi. Beliau berpendapat, masalah pokok yang harus dipecahkan adalah bagaimana membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), apakah itu dengan cara penggabungan negara-negara bahagian ke RI Yogyakarta atau langsung semua negara-negara bahagian ke NKRI, itu menurutnya adalah masalah teknis. Yang penting menurut beliau, 'pembentukan NKRI itu harus tanpa menimbulkan konlik antar negara-negara bahagian dan golongan dalam masyarakat'(Noer 1986: 261).

DR. Mohd. Natsir yang dijuluki oleh George Mc T Kahin seorang Sosiolog dari Cornell University Amerika Serikat, sebagai 'the last giants among the Indonesia's nationalist and revolutionary political leaders' (raksasa terakhir {meninggal 1993} di antara tokoh nasionalis dan pemimpin politik revolusioner Indonesia), menamakan usulnya tersebut sebagai 'mosi integral' yang akhirnya setelah disetujui oleh Parlemen, diambil alih oleh pemerintah. Ada hal yang menarik untuk disimak dari mosi integral Mohd. Natsir yang telah menyelamatkan Republik Indonesia yang baru mendapatkan kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda itu.

Walaupun gagasan NKRI itu tidak lagi diperdebatkan oleh Negara-Negara Bahagian, tetapi bagaimana cara, agar semua Negara-negara Bahagian termasuk RI Yogyakarta tidak merasa dipermalukan atau tersinggung dan pemerintah Belanda tidak turut campur tangan merupakan masalah yang krusial. Apabila seluruh negara-negara bahagian membubarkan diri dan melebur kedalam RI Yogyakarta, ada yang merasa tersinggung dan direndahkan. Natsir menggagasi agar semua negara-negara bahgian meleburkan diri, termasuk Negara bahagian RI Yogyakarta kedalam negara baru NKRI.

Yang paling sulit diyakinkan, ternyata adalah Negara Bahagian RI Yogyakarta, walaupun Natsir telah pulang pergi ke Yogyakarta beberapa kali, berunding dengan Mr. Asad sebagai Pj. Presiden dan berbagai tokoh politik di sana. Setelah berunding dengan rekan-rekannya Mr. Kasimo (Partai Katholik), Mr. Tambunan (dari Parkindo) dan Ir Sakirman (dari PKI), akhirnya Natsir kembali ke Yogyakarta dan mengajukan dua pilihan kepada RI Yogyakarta: (1) membubarkan diri dan masuk ke NKRI, atau (2) berperang melawan negara-negara bahagian lain, seperti Negara Madura, NIT dan Pasundan.

Menurut Natsir meskipun RI Yogyakarta akan menang, tetapi akan menelan banyak korban. Natsir meyakinkan bahwa alternatif pertama, membubarkan diri kemudian bersatu dalam NKRI merupakan jalan yang terbaik. Beliau menambahkan bahwa Dwi Tunggal Soekarno-Hatta adalah modal utama RI Yogyakarta. Tidak ada Negara bahagian lain yang tidak setuju kalau Sukarno dan Hatta dijadikan presiden dan wakil presiden NKRI. Dengan lobbying yang ketat seperti itu RI Yogyakarta, yang semula merasa sulit untuk membubarkan diri yang berarti kehilangan negara, tetapi akhirnya setuju dengan mosi integral Natsir tersebut.

Ternyata keseluruhan isi 'mosi integral Natsir' yang tertuang dalam sebuah naskah autentik DPR Sementara RIS, baru akhir-akhir ini dapat ditemukan oleh para sejarawan. Pada tanggal 2 April Mohd. Natsir menyampaikan pidato 'mosi integral' yang bersejarah tersebut, dengan beberapa butir latar pemikiran yang penting (1) Semua negara-negara bahagian mendirikan NKRI melalui prosedur parlementer, (2) Tidak ada satu negara bahagian menelan negara bahagian lainnya dan (3) Masing-masing negara bahagian merupakan bahagian integral dari NKRI yang akan dibentuk.

Akhirnya DPR RIS Sementara, memutuskan: 'Menganjurkan kepada pemerintah supaya mengambil inisiatif untuk mencari penyelesaian atau sekurang-kurangnya menyusun suatu konsepsi, menyelesaikan soal-soal yang hangat yang tumbuh sebagai akibat perkembangan politik diwaktu akhir-akhir ini dengan cara yang integral dan menyusun program yang tertentu.' (Feisal 2007: 6).

Kemudian Mohd. Hatta sebagai Perdana Menteri RIS dalam sidang kabinetnya, menyatakan 'Mosi Integral Natsir akan di jadikan pemerintah sebagai dasar penyelesaian persoalan-persoalan yang sedang dihadapi.' Mosi Integral Natsir yang ditandatangani oleh seluruh wakil fraksi di DPR tanggal 2 April 1950 tersebut telah memulihkan NKRI secara demokratis dan konstitusional dan diproklamirkan oleh Presiden Soekarno dalam pidato kenegaraan pada 17 Agustus 1950.

Penutup
Menurut Dr.Mohammad Noer, anak Tanjung Pura (peternak kambing, memperoleh Ph.D dari USM, sekarang Direktur Pasca Sarjana Universitas Nasional Jakarta) itu, dalam wawancaranya dengan Pak Natsir di Jakarta (1990), bahwa dalam mensosialisasikan 'Mosi Integral' itu dia berusaha untuk tidak terbuka. Strategi ini menurut Natsir, karena waktu itu, Belanda masih bercokol di Indonesia. 'Saya adakan Mosi Integral yang kabur-kabur saja.

Karena kita tengah menghadapi Belanda. Jangan sampai Belanda bikin kacau lagi. Belanda tidak boleh tahu ke mana arah rencana itu.' Setelah terbentuk NKRI, Natsir diberi mandat oleh Presiden Sukarno sebagai Perdana Menteri Pertama NKRI (1950-1951). Pak Natsir mengetahui penunjukkan itu, pertama-tama dari wawancara wartawan Asa Bafaqih, waktu dia bertanya kepada Presiden Soekarno, 'siapa yang akan menjadi Perdana Menteri NKRI?' Dengan suara yang meyakinkan Soekarno menjawab, 'siapa lagi kalau bukan Natsir dari Masyumi. Mereka punya konsepsi untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi.'

Demikianlah Mohd. Natsir menjadi Perdana Menteri NKRI yang pertama setelah Presiden Soekarno memproklamirkan NKRI 17 Agustus 1950 Agar generasi muda kita tidak melupakan sejarah atau buta sejarah, mengapa pada setiap hari peringatan Proklamasi 17 Agustus 1945, kita juga secara implisit atau sekaligus bersedia memperingati Proklamasi NKRI (1950). Karena NKRI yang kita pertahankan sekarang ini, tidak muncul tiba-tiba dari atas langit, 'it has a history!' walaupun pembuat sejarah itu bukan orang yang selalu kita senangi. Insya Allah!


(Penulis adalah Antropolog, Universitas Negeri Medan)
http://www.waspada.co.id/Opini/Artik...roklamasi.html
Share This
Subscribe Here

1 komentar:

Kata Islam on 28 Februari 2009 pukul 18.12 mengatakan...

maka Allah mengilhamkan/memberikan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, (QS. 91:8)

didunia ini hanya ada dua jalan yg akan kita tempuh yakni jalan ketakwaan dan jalan kefasikan, nah klo kita tinggal dimana? sepatutnya bagi orang yg beriman akan berada dijalan ketakwaan: jalan keselamatan : jalan yg ditempuh para Nabi, sahabat dan para syuhada yg me-dedikasikan hidupnya/energinya hanya untuk mentauhidkan Allah dg wujud terlaksannya Dienul Islam yg Komprehensif.

 

Site Info

Followers

Tidak Ada Dien Yang Diridhai Allah Selain Islam Copyright © 2010 HN-newby L-F is Designed by ri-cka
In Collaboration with smooTBuuz